Lakukan Pembekuan Aset dan Larang Kegiatan Bisnis, AS Kembali Terapkan Sanksi bagi Pejabat Myanmar

3 Juli 2021, 09:45 WIB
AS kembali menerapkan sanksi bagi beberapa pejabat Myanmar, termasuk membekukan aset dan melarang bisnis. /Reuters/

PR CIREBON – Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada Jumat, 2 Juli 2021 menerapkan sanksi lagi pada 22 pejabat senior Myanmar dan anggota keluarganya.

Saksi itu diterapkan AS  atas tindakan keras pejabat senior Myanmar terhadap protes demokrasi setelah kudeta.

Tindakan AS pada pejabat Myanmar itu disertai dengan penghapusan sanksi terhadap tiga eksekutif industri Iran yang dihukum oleh pemerintahan Trump karena mendukung program rudal balistik Iran.

Baca Juga: Ramalan Horoskop Karier Keuangan, 3 Juli 2021: Gemini Ada Keuntungan Moneter hingga Cancer Politik Kantor

Departemen Keuangan AS merupakan pihak yang mengumumkan tindakan sanksi terhadap tujuh anggota militer Myanmar dan 15 pasangan dan anak-anak dewasa dari pejabat sebelumnya.

AS menyebut pihak-pihak Myanmar itu dikenai sanksi sebagai bagian dari tanggapan negeri Paman Sam itu terhadap kudeta Februari dan kekerasan terhadap demonstran di negara Asia Tenggara itu.

“Penindasan militer terhadap demokrasi dan kampanye kekerasan brutal terhadap rakyat Burma tidak dapat diterima,” katanya, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Channel News Asia.

Baca Juga: Punya Tatapan Mata yang Tajam di The Penthouse 3, Uhm Ki Joon yang Perankan Joo Dan Tae Dapat Pujian Produser

“Amerika Serikat akan terus membebankan biaya yang meningkat pada militer Burma dan mempromosikan akuntabilitas bagi mereka yang bertanggung jawab atas kudeta militer dan kekerasan yang sedang berlangsung, termasuk dengan menargetkan sumber pendapatan bagi militer dan para pemimpinnya,” tegasnya.

Di antara pejabat yang ditargetkan adalah Menteri Penerangan Chit Naing, Menteri Investasi dan Hubungan Ekonomi Luar Negeri Aung Naing Oo, Menteri Tenaga Kerja, Imigrasi dan Kependudukan Myint Kyaing.

Ada pula Menteri Kesejahteraan Sosial, Bantuan dan Pemukiman Kembali Thet Thet Khine dan tiga anggota Tata Usaha Negara, yang merupakan dewan yang dibentuk militer setelah kudeta.

Baca Juga: 8 Tanda Cinta Suami Mulai Memudar, Salah Satunya Memperlakukan Orang Lain Lebih Baik dari Kamu

Sanksi tersebut membekukan aset apa pun yang mereka atau perusahaan mereka miliki di yurisdiksi AS dan melarang orang Amerika melakukan bisnis dengan pihak yang dikenakan sanksi.

Departemen Keuangan AS tidak memberikan penjelasan tentang pencabutan sanksi terhadap tiga warga Iran, tetapi pejabat pemerintah mengatakan penghapusan serupa sebelumnya hanya didasarkan pada target yang tidak lagi memenuhi kriteria hukuman.

Orang-orang Iran, yakni Behzad Daniel Ferdows, Behzad Daniel Ferdows dan Mohammed Reza Dezfulia, diberi sanksi oleh pemerintahan Trump pada September 2020.

Baca Juga: Bagaimanakah Cara Anda Memegang Cangkir? Hal ini Akan Ungkap Kepribadian Anda!

Hal itu disebabkan pekerjaan mereka dengan Grup Industri Mammut dan perusahaan afiliasinya, Mammut Diesel, yang menurut Departemen Keuangan pada saat itu adalah produsen utama dan pemasok barang-barang penggunaan ganda tingkat militer untuk program rudal Iran.

Pada hari yang sama, Departemen Keuangan AS juga mengeluarkan aturan terakhir yang mencabut sanksi era Trump terhadap jaksa dan staf Pengadilan Kriminal Internasional.

Aturan tersebut, yang akan berlaku pada 6 Juli setelah dipublikasikan di Federal Register, melengkapi pencabutan izin Trump pada 1 April oleh Presiden Joe Biden untuk menjatuhkan sanksi kepada pejabat ICC yang terlibat dalam investigasi kejahatan perang terhadap warga AS.

Baca Juga: Soroti Anggota DPR yang Menolak Dikarantina Usai Kembali dari Luar Negeri, Ernest Prakasa: Bikin Rakyat Muak

Kewenangan itu adalah dasar bagi mantan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo untuk menerapkan sanksi pada mantan kepala jaksa ICC dan seorang pembantu utama.

Menteri Luar Negeri saat ini, Antony Blinken, telah mencabut sanksi-sanksi itu tak lama setelah pengumuman Biden dan publikasi aturan akhir.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Channel News Asia

Tags

Terkini

Terpopuler