Sepekan Jabat Presiden AS, Joe Biden Bekukan Sementara Penjualan Senjata Bernilai Miliaran Dolar ke UEA

28 Januari 2021, 21:02 WIB
Ilustrasi jet tempur. Seminggu pasca menjabat Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden membekukan sementara penjualan senjata bernilai miliaran dolar ke UEA.* /Pixabay/Defence-Imagery

PR CIREBON - Amerika Serikat (AS) saat ini tengah meninjau penjualan senjata ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) yang sebelumnya disahkan oleh mantan Presiden Donald Trump.

Menurut Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan bahwa hal itu merupakan sebuah langkah "tipikal" dari pemerintahan Presiden AS yang baru.

Dalam jumpa pers pertamanya pada hari Rabu, 27 Januari 2021 Antony Blinken mengatakan peninjauan tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa apa yang dipertimbangkan adalah sesuatu yang memajukan tujuan strategis AS dan kebijakan luar negeri.

Baca Juga: Jalani 100 Kali Prosedur Kecantikan, Gadis 16 Tahun jadi Pecandu Oplas Termuda di Tiongkok

“Itulah yang kami lakukan saat ini,” katanya kepada wartawan, seperti dikutip Cirebon.Pikiran-Rakyat.com dari Aljazeera.

The Wall Street Journal pertama kali melaporkan pada hari Rabu bahwa pemerintahan Joe Biden telah memberlakukan pembekuan sementara yang bernilai miliaran dolar dalam penjualan senjata kepada kedua negara tersebut.

Termasuk penjualan amunisi berpemandu presisi ke Arab Saudi dan pesawat tempur F-35 ke UEA.

Baca Juga: Korea Selatan Mulai Vaksinasi Covid-19 Bulan Depan, Ini Rincian Sasaran dan Vaksin yang Digunakan

Langkah itu dilakukan satu minggu setelah Biden, yang telah berjanji untuk "menilai kembali" hubungan Washington dengan Riyadh, dilantik.

Sejak menjabat, dia telah menandatangani serangkaian tindakan eksekutif untuk meninjau atau membalikkan beberapa kebijakan utama Trump.

Trump mengawasi hubungan AS yang erat dengan UEA dan Arab Saudi, sejalan dengan dukungan kuatnya untuk Israel dan kampanye "tekanan maksimum" terhadap Iran.

Baca Juga: Remaja Palestina Ditembak Tentara Israel Disebut Lakukan Penikaman, sang Ibu: Dia Hanya Pikirkan Ujian Sekolah

Pada Mei 2019, mantan presiden AS mengumumkan keadaan darurat nasional karena ketegangan dengan Iran untuk menghindari keberatan dari Kongres tentang penjualan senjata senilai 8 miliar dolar Amerika Serikat (Rp 113 triliun) ke Arab Saudi, UEA, dan Yordania.

Administrasi Trump juga mengizinkan penjualan amunisi kecil senilai 290 juta dolar Amerika Serikat (Rp 4,09 triliun) ke Arab Saudi pada akhir Desember tahun lalu.

Pemerintahan Trump memberitahu Kongres pada November bahwa mereka telah menyetujui penjualan lebih dari 23 miliar dolar Amerika Serikat (Rp 324 triliun) dalam sistem senjata canggih, termasuk jet tempur F-35 dan drone bersenjata ke UEA.

Baca Juga: Terpengaruh Tragedi Christchurch 2 Tahun Lalu, Pelajar Singapura Berencana Serang 2 Masjid dan Bunuh Jamaah

Pengumuman itu datang tak lama setelah pemerintah Emirat setuju untuk menormalisasi hubungan dengan Israel dalam kesepakatan yang ditengahi AS.

"Ini adalah pengakuan atas hubungan kami yang semakin dalam dan kebutuhan UEA akan kemampuan pertahanan tingkat lanjut untuk mencegah dan mempertahankan diri dari ancaman yang meningkat dari Iran," kata Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dalam sebuah pernyataan pada saat itu.

Kelompok hak asasi manusia mengecam penjualan itu, mengatakan itu dapat memicu konflik regional, terutama di Libya dan di Yaman, dimana UEA dan Arab Saudi telah melancarkan perang yang menghancurkan melawan pemberontak Houthi di negara itu.

Baca Juga: Bangladesh Kembali Relokasi Pengungsi Rohingya ke Pulau Terpencil di Tengah Kritik Badan Internasional

Anggota parlemen dari Partai Republik dan Demokrat juga mengecam transfer senjata itu, dengan mengatakan itu akan "memfasilitasi perlombaan senjata yang berbahaya".

Legislator mengajukan resolusi bersama bipartisan yang berusaha menghentikan kesepakatan, tetapi upaya mereka gagal di Senat AS, di mana dua suara prosedural tidak memperoleh mayoritas di majelis.

Trump juga mengancam akan memveto upaya kongres apa pun untuk menghentikan penjualan.***

Editor: Asri Sulistyowati

Sumber: Aljazeera

Tags

Terkini

Terpopuler