Self Harm, Gejala Depresi Yang Tidak boleh Dianggap Enteng, Penderit Sesungguhnya Minta bantuan

- 11 September 2022, 14:47 WIB
Ilustrasi-depresi. ANTARA/Pixabay
Ilustrasi-depresi. ANTARA/Pixabay /

 

 
SABACIREBON-Anda sering melihat seseorang suka atau cenderung melukai dirinya sendiri?
 
Hati-hati. Ini merupakan gejala dari suatu depresi. Siklus awal dari suatu gejala yang butuh pertolongan, karena bisa menuju kepada tahap yang lebih berat. Ibaratnya akan berlanjut kepada depresi yang berat.
 
Biasanya oleh para dokter ahli kejiwaan, harus ada penanganan yang lebih intensif kepada penderita.
 
Baca Juga: Festival Film Venesia Nobatkan Colin Farrell & Cate Blanchett Sebagai Aktor Terbaik
 
Biasanya gejala ini dapat berlanjut kepada bunuh diri. Ini tingkat tertinggi.
 
"Ketika orang berusaha melukai dirinya atau sampai dia melakukan tindakan bunuh diri, mereka sebenarnya sedang menangis minta tolong, di mana bantuan, di mana pertolongan, di mana pendampingan yang seharusnya bisa mereka dapatkan dalam hidup mereka," imbuhnya.
 
Dokter spesialis psikiatri dr. Lahargo Kembaren, Sp.KJ menyatakan hal itu. Ia menilai  tindakan melukai diri sendiri (self harm) merupakan tanda darurat penderita depresi berat yang sesungguhnya meminta dan membutuhkan pertolongan lebih lanjut.

Self harm itu adalah suatu crying for help,” kata Lahargo yang merupakan anggota pengurus pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dalam webinar yang diikuti dari Jakarta, Sabtu.
 
Baca Juga: Laga PSG Lawan Brest Mempertontonkan Duplikasi Messi Sebagai Predator dan Kreator

“Ketika orang berusaha melukai dirinya atau sampai dia melakukan tindakan bunuh diri, mereka sebenarnya sedang menangis minta tolong, di mana bantuan, di mana pertolongan, di mana pendampingan yang seharusnya bisa mereka dapatkan dalam hidup mereka,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Lahargo menjelaskan depresi yang berat bisa memicu seseorang untuk memiliki pikiran dan perilaku melukai dirinya sendiri (self harm) serta keinginan untuk mengakhiri hidup atau pikiran tentang kematian (suicide).

Depresi, self harm, serta suicide saling berkaitan dan membentuk siklus yang seolah-olah tanpa ujung apabila seseorang tidak segera mendapatkan pertolongan dari profesional.
 
Baca Juga: Pembantu Rumah Tangga Pencuri Brankas Rp 800 Juta Akhirnya Ditangkap, Begini Keterangan Polisi

Lahargo mengatakan siklus bermula saat seseorang mengalami penderitaan emosional (emotional suffering) seperti stres hingga depresi. Jika seseorang tidak memiliki cara untuk mengatasi hal tersebut, maka beban mental emosional semakin bertumpuk hingga menyebabkan suatu kepanikan.

“Dan kalau seseorang sudah mengalami kepanikan secara psikologis, dia harus mencari exit plan, dia harus dengan cepat mengatasi kepanikan itu. Salah satu yang mungkin dia lakukan adalah self harm, dia seolah-olah tidak punya opsi yang lain,” terangnya dikutip dari Antara.

Ketika seseorang melukai dirinya sendiri, menurut Lahargo, maka akan timbul temporary relief atau perasaan ketenangan dan kenyamanan sesaat tetapi sesungguhnya tidak menjawab masalah yang sebenarnya sedang dihadapi.
 
Baca Juga: PSG Kembali Toreh Kemenangan, Messi Mepertontonkan Permain Raja Assist

“Ada zat kimia atau neurotransmitter yang kita sebut dopamin, di otak itu dia keluar. Dan itu menimbulkan ketenangan yang sesaat atau kita sebut temporary relief,” ujarnya.

Siklus kemudian berlanjut dengan munculnya perasaan malu, bersalah, berdosa, bahkan kecewa. Hal ini, kata Lahargo, akan memperberat emotional suffering atau beban pikiran yang dirasakan.

“Dan siklus ini akan terus berputar apabila tidak ada pertolongan yang mereka kemudian dapatkan,” ujar Lahargo.

Selain menyakiti diri sendiri, depresi juga berisiko menimbulkan keinginan untuk mengakhiri hidup pada penderita. Lahargo mengatakan keinginan bunuh diri terjadi karena tidak ada bantuan yang selama ini penderita harapkan.
 
Baca Juga: Gempa Bumi Magnitudo 5,4 Pagi Ini Landa Kepulauan Mentawai, Tak Berpotensi Tsunami, Hati-hati Gempa Susulan

“Seseorang yang melakukan bunuh diri, hanya ingin mengakhiri konflik yang mereka alami itu dengan cepat sehingga kita perlu memberikan bantuan ini dan perlu dengan komprehensif penanganan ini tentunya dilakukan,” katanya.

Ia menggarisbawahi pentingnya penderita untuk mendapatkan terapi untuk depresi dan pikiran bunuh diri melalui bantuan profesional kesehatan jiwa seperti psikiater, perawat jiwa, psikolog, serta pekerja sosial. Sebelumnya, profesional nantinya akan melakukan pemeriksaan terhadap tanda dan gejala yang dialami penderita.

Sejumlah terapi yang dapat diberikan di antaranya termasuk mengatur pola hidup sehat, manajemen stres yang baik, serta support system atau dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas.
 
Baca Juga: Diwarnai Kartu Merah, Napoli Merangsek ke Puncak Klasemen Serie A Geser Atalanta

Apabila diperlukan, terapi dapat pula berupa psikofarmaka seperti obat anti-depresan, psikoterapi, terapi stimulasi seperti penggunaan alat electro convulsive theraphy (ECT) dan transcranial magnetic stimulation (TMS), rehabilitasi psikososial, serta treatment-resistant depression.

“Ketika seseorang mengalami depresi atau bunuh diri, ada harapan untuk bisa pulih, berfungsi, dan produktif kembali. Jadi coba akseslah layanan-layanan ini agar depresi dan bunuh diri ini bisa teratasi,” kata Lahargo.***

Editor: Aria Zetra


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x