'Quiet Quitting Is About Bad Bosses, Not Bad Employees'

- 21 September 2022, 08:09 WIB
Quiet Quitting ibarat danau yang airnya begitu tenang tanpa riak.
Quiet Quitting ibarat danau yang airnya begitu tenang tanpa riak. /

 

Ditulis oleh: Lili Irahali *)

SUATU  hari saya menyimak cerita seorang sahabat tentang sebuah perguruan tinggi dimana “dosen dan karyawannya sedang tiarap”.  Ibarat danau yang airnya begitu tenang tanpa riak.

Tiarap menurut persepsi saya tentunya tidak ada motivasi untuk berkreasi, maju dan berkembang, semua tergantung boss. Sehingga semua berjalan semu, dan penuh kemunafikan.

Sesuatu hal yang tidak sehat bagi organisasi pembelajar seperti penguruan tinggi.

Saya telusuri dan menemukan referensi. Rupanya perguruan tinggi tersebut sedang menghadapi “Quiet Quitting”. Sebuah istilah  di dunia kerja  sebagai bentuk ketidak berdayaan dan mekanisme bertahan karyawan menghadapi sesuatu yang merisaukan namun tidak berdaya.

Baca Juga: Kepulauan Mentawai Kembali Diguncang Gempabumi Magnitudo 5.0 Terjadi Pagi Ini

Majalah Time edisi 23 Agustus 2022 dalam artikel “Employees Say ‘Quiet Quitting’ Is Just Setting Boundaries, Companies Fear Long-Term Effects”, yakni “berhenti diam-diam” yang merupakan konsep untuk tidak lagi bekerja melampaui batas dan hanya melakukan apa yang diminta sesuai deskripsi pekerjaan.

Sedang Harvard Business Review (HBR) edisi 31 Agustus 2022 dalam artikel “Quiet Quitting Is About Bad Bosses, Not Bad Employees”, menyebutkan banyak orang pada titik tertentu dalam kariernya, telah bekerja untuk manajer yang mendorong mereka “berhenti secara diam-diam”.

 Hal ini disebabkan perasaan yang diremehkan dan tidak dihargai, dimana manajer bersikap bias atau terlibat dalam perilaku yang tidak pantas. Situasi tersebut tentunya merugikan kedua pihak, lembaga dan juga karyawan.

Halaman:

Editor: Otang Fharyana

Sumber: Tulisan Opini


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x