Pasal Karet UU ITE Jadi Polemik, DPR Penjelasan dan Saran: Jangan Campuradukkan Kritik dengan Ujaran Kebencian

- 16 Februari 2021, 17:40 WIB
Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin menyebut bahwa tidak ada pasal karet dalam UU ITE, meskipun ia mengharapkan penegak hukum untuk memahami betul dalam penerapannya.
Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin menyebut bahwa tidak ada pasal karet dalam UU ITE, meskipun ia mengharapkan penegak hukum untuk memahami betul dalam penerapannya. /situs dpr.go.id/Naefuroji/mr

PR CIREBON – Polemik terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), atau yang lebih dikenal dengan UU ITE, semakin menjadi sorotan banyak pihak.

Hal itu disebabkan UU ITE disebut mempunyai pasal-pasal karet yang harus diperbaiki.

Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin menegaskan, tidak ada pasal karet dalam UU ITE, sesuai pengubahan dalam UU No. 19/2016.

Baca Juga: Dibebaskan dari Tuduhan Pemakzulan, Donald Trump Disambut Sorakan dari Pendukungnya di Florida AS

Meskipun demikian, TB Hasanuddin berharap agar para penegak hukum memahami dan menggunakan hati nurani dalam penerapan pasal-pasal UU ITE yang dianggap kontroversial.

Ia menyebut ada dua pasal dalam UU ITE yang dianggap publik sebagai pasal kontroversial. Pertama adalah Pasal 27 Ayat (3), dan yang ke dua adalah Pasal 28 Ayat (2).

TB Hasanuddin menegaskan, penegak hukum harus memahami betul secara sungguh-sungguh.

Baca Juga: Sinopsis Sinetron Ikatan Cinta 16 Februari 2021: Bisakah Kejahatan Elsa Terbongkar?

"Kalau dicampuradukan antara kritik dan ujaran kebencian, saya rasa hukum di negara ini sudah tidak sehat lagi," katanya, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara.

Pasal 27 Ayat (3) dalam UU ITE adalah pasal tentang penghinaan dan pencemaran nama baik. Meskipun sempat menjadi perdebatan, dia menegaskan bahwa pasal tersebut sudah mengacu dan sesuai dengan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Pasal 27 Ayat (3) ini acuannya KUHP Pasal 310 dan 311 tentang pencemaran nama baik dan menista orang lain, baik secara lisan maupun tulisan," ujarnya.

Baca Juga: Segera Bentuk Komisi Independen Guna Selidiki Tragedi Kerusuhan Capitol, Kongres AS: untuk Melindungi Keamanan

Sedangkan Pasal 28 Ayat (2) tentang menyiarkan kebencian pada orang atau kelompok orang berdasarkan pada suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Dua pasal tersebut, lanjutnya, harus dipahami para penegak hukum agar tidak salah dalam penerapannya.

"Apalagi, Pasal 27 itu sifatnya delik aduan, mereka yang merasa dirugikan dapat melapor dan pelapornya harus yang bersangkutan bukan orang lain," katanya.

Baca Juga: Jawa Tengah Bebas Zona Merah, PPKM Hingga 'Jateng di Rumah Saja' Diklaim Berhasil Tekan Penyebaran Covid-19

Hasanuddin juga mengajak masyarakat untuk bijak dalam menggunakan media sosial karena kritik membangun adalah sah untuk dilakukan dan dilindungi UU.

"Namun, jangan mencampuradukkan kritik dengan ujaran kebencian, apalagi penghinaan yang berujung laporan kepada polisi," katanya.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI Andi Rio Idris Padjalangi juga meminta Polri selektif dalam menerima laporan masyarakat terkait dengan dugaan pelanggaran UU ITE.

Baca Juga: Keajaiban! Kucing ini Selamatkan Nyawa Dua Anak Kecil Setelah Lawan Ular Paling Mematikan di Australia

"Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dapat segera memberikan arahan dan kajian terhadap para anggotanya untuk dapat mengimplementasikan arahan Presiden Jokowi terhadap permasalahan UU ITE," kata Andi Rio di Jakarta.

Ia menilai, selama ini masyarakat banyak yang saling melaporkan karena perbedaan pandangan dalam penggunaan media sosial.

"Polri harus memilah dengan baik laporan yang harus diakomodasi, jangan sampai ada laporan yang tidak memiliki unsur pidana, lalu dipaksakan menjadi pidana, ini 'kan tidak boleh dilakukan tentunya," katanya.

Baca Juga: Universitas Oxford Mulai Menguji Vaksin Covid-19 AstraZeneca pada Anak-Anak Berusia 6 Tahun

Ia juga berharap agar masyarakat dapat lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan tidak menjadikan kebebasan berpendapat menjadi kebablasan.

Menurutnya, masyarakat boleh berpendapat tetapi harus tetap mengutamakan etika dan sopan santun serta kritik yang membangun.***

Editor: Asri Sulistyowati

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x