Peneliti Tiongkok Buat Alat Manipulasi Cuaca dengan Tingkat Kebisingan Suara Setara Pesawat Jet

- 5 Februari 2021, 15:50 WIB
Ilustrasi cuaca.
Ilustrasi cuaca. //Pixabay/705847

PR CIREBON - Gelombang suara berfrekuensi rendah yang kuat dapat digunakan untuk maipulasi cuaca dalam memicu curah hujan di daerah yang mengalami kekeringan, menurut sebuah studi oleh para peneliti di Universitas Tsinghua di Beijing, Tiongkok.

Percobaan manipulasi cuaca untuk memicu curah hujan itu dilakukan peneliti Tiongkok di Dataran Tinggi Tibet.

Di balik percobaan manipulasi cuaca oleh Tiongkok ini, tahun lalu, para peneliti mengatakan mereka mencatat peningkatan curah hujan hingga 17 persen dengan mengarahkan pengeras suara raksasa ke langit.

Baca Juga: Desak Jokowi Sikapi Isu Kudeta Demokrat, Rachland Nashidik: Bukan Kami yang Rugi Jika Bapak Memilih Berlindung

Energi suara mungkin telah mengubah fisika awan, tetapi penyebab fenomena tersebut memerlukan penyelidikan lebih lanjut, kata para peneliti dalam makalah yang diterbitkan di Scientia Sinica Technologica.

“Tidak seperti teknologi pembuatan hujan lainnya, pembangkitan suara tidak menghasilkan polusi kimia,” kata Profesor Wang Guangqian dari Laboratorium Ilmu Hidro dan Teknik Universitas Negeri.

Selain itu, pembangkit yang memancarkan gelombang suara itu lebih efisien dan murah ketimbang teknologi pembuat hujan lainnya.

Eksperimen tersebut kemungkinan akan menjadi perdebatan berkepanjangan di Tiongkok tentang kelayakan dan dampak lingkungan dari program modifikasi cuaca skala besar.

Baca Juga: Viral Video Pembunuhan Sadis di Tengah Jalan, Diduga Akibat Perselingkuhan

Kritikus menuduh Wang membuang-buang uang pajak untuk merealisasikan proyek kontroversial bernama Sky River.

Sky River adalah proyek untuk meningkatkan curah hujan di seluruh Tibet dengan mencegat udara basah yang beredar di dataran tinggi.

Banyak yang mengatakan bahwa meskipun metode stimulasi suara berfungsi, itu akan menciptakan polusi suara bagi manusia dan hewan yang tinggal di daerah tersebut.

Loudspeaker (alat pemancar gelombang suara) yang dibuat oleh tim Wang didukung oleh mesin diesel yang mampu memampatkan lebih dari 30 meter kubik udara menjadi sekitar 10 kali tekanan atmosfer di permukaan laut.

Baca Juga: Beberapa Penerima Vaksin Covid-19 Moderna Alami Efek Samping Ruam di Lengan, Dokter: Tidak Perlu Panik

Itu kemudian digunakan untuk menembakkan suara ke awan pada frekuensi 50 hertz pada volume hingga 160 desibel, atau dengan tingkat kebisingan yang sama dengan mesin jet yang sedang berjalan dengan kecepatan penuh.

Ketika gelombang suara mencapai awan, sekitar 1.000 meter, di atas permukaan tanah, kekuatannya akan turun hingga 30 desibel sebagaimana dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari SCMP pada Jumat 5 Februari 2021.

Sinyal radar mengungkapkan secara signifikan bahwa gelombang suara yang ditembakkan itu berhasil membuat lebih banyak tetesan air terbentuk di bawah ledakan suara.

Dalam studi tersebut, curah hujan naik 11 hingga 17 persen lebih tinggi di area dalam jangkauan efektif tembakan gelombang suara itu.

Baca Juga: Presiden Jokowi Terima Kunjungan PM Malaysia, Bahas Isu Kedua Negara hingga Dijamu Rendang

Seorang peneliti anonim dari Institute of Atmospheric Physics dibawah Chinese Academy of Sciences di Beijing mengatakan eksperimen Wang harus direplikasi berkali-kali untuk mengumpulkan lebih banyak data.

Meskipun telah lama ada spekulasi bahwa curah hujan mungkin berkaitan dengan suara, tak sedikit orang yang mengatakan bahwa tidak ada teori fisik yang mendukung gagasan tersebut.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x