Jauh dari Visi Presiden Jokowi, Pakar: Sebelum Mendikbud, Nadiem Makarim Lebih Cocok Jadi Dirjen

9 Juli 2020, 17:36 WIB
Mendikbud Nadiem Makarim / twitter /

PR CIREBON - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim memang tengah mendapat sorotan usai menuai kecaman atas proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang merumitkan calon pendaftar.

Sontak saja, kinerja Nadiem Makarim kembali jadi sorotan dan tuai kritik tajam dari praktisi dan pengamat pendidikan.

Pasalnya, Nadiem Makarim dinilai belum sesuai dengan visi Nawacita yang diusung Presiden Joko Widodo (Presiden Jokowi). Bahkan, Nadiem terlihat belum bisa mewujudkan itu dalam program nyatanya.

Baca Juga: Rieke Diah Pitaloka Dicopot Jabatan karena RUU HIP, PDIP: Rotasi Biasa Bagi Fraksi di DPR

Hal ini disampaikan Guru Besar Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Wahyudi Kumorotomo. Ia menyatakan Nadiem sebagai menteri Pendidikan tidak betul-betul menguasai peta persoalan pendidikan di Indonesia.

Seperti yang diberitakan Pikiran Rakyat, Wahyudi menilai jabatan menteri dinilai terlalu tinggi karena Nadiem terlihat lebih cocok untuk menjadi salah satu dirjen dalam Kementerian Pendidikan terlebih dahulu, seperti membuat inovasi bidang teknologi pendidikan.

Baca Juga: Bersuamikan Preman Sadis, Anak John Kei Ungkap Sifat Ibunya Selama Bertahun-tahun Urus Anak Sendiri

"Nadiem agaknya lebih cocok menjadi salah satu dirjen dalam Kementerian Pendidikan yang dapat membuat inovasi di bidang teknologi pendidikan," ujar Wahyudi Kumorotomo dalam diskusi zoom dan live Youtube Pustakapedia pada Selasa, 7 Juli 2020.

Sedangkan, alasan yang disebutkan Wahyudi adalah adanya konteks yang berbeda di Kemendikbud yang kini menangani semua jenjang pendidikan di Indonesia.

Selain itu, ide Nadiem yang menghendaki semua kegiatan Proses Belajar Mengajar (PBM) dilakukan secara daring tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Baca Juga: Bak Buah Kelapa Hanyut di Sungai, Anak John Kei Miliki Sifat Berbeda 180 Derajat dengan Sang Ayah

"Banyak daerah yang belum mempunyai infrastruktur pendidikan yang memadai. Jangan lagi internet, bahkan banyak daerah di Indonesia yang belum teraliri listrik,

"Hal ini tentu memerlukan segregasi dan segmentasi kebijakan sesuai dengan kenyataan di setiap daerah. Artinya tidak semua jenjang dan daerah dapat dilakukan PBM secara daring karena banyak materi pembelajaran yang memerlukan mentoring pengajar,” kata Wahyudi.

Baca Juga: Jabar Jadi Penambahan Tertinggi Kasus Positif Covid-19 Kamis 9 Juli 2020, 962 dari 2.657 Orang

Sementara itu, program Merdeka Belajar juga menurut Wahyudi tak bisa benar-benar diimplementasikan.

"Program Merdeka Belajar sejauh ini tampak baru sebatas gimmick," tegas Wahyudi menutup pernyataan.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler