Ia juga mengibaratkan dengan berlalu lintas. Menurut Ridwan Kamil, dalam berlalu lintas terdapat batasan seperti lampu merah.
"Seperti berlalulintas kita pun dibatasi di lampu setopan, kebebasan ekspresi pun dibatasi, oleh nilai “kesepakatan budaya dan kearifan lokal”," bebernya.
Baca Juga: Resmi Bergabung ke Abyss Company, Karier Sandara Park Akan Didukung Penuh oleh Agensi
"Itulah kenapa isu “mural kritik” kelihatannya hari ini masih berada di ruang abu-abu," sambungnya.
Menurutnya, dalam 'kritik mural' tersebut belum ada kesepahaman soal hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan.
Ia juga beranggap, mural adalah sei di ruang publik.
Baca Juga: Termasuk Pisces, 3 Zodiak Ini Disebut-sebut Cocok Menjadi Pasangan Scorpio
"Dalam perspektif saya, Mural adalah seni ruang publik yang “temporer”. Ada umurnya," ujarnya.
"Pelaku mural juga harus paham dan jangan baper, jika karyanya suatu hari akan hilang. Apalagi tanpa ijin pemilik tembok. Bisa pudar tersapu hujan, dihapus aparat ataupun hilang ditimpa pemural lainnya," tambahnya.***