Miliki 3 Episentrum Virus Corona, AS Kena Panic Buying dengan Borong Seluruh Pasokan Obat Remdesivir

- 1 Juli 2020, 15:38 WIB
ILUSTRASI. Pengembangan remdesivir di Gilead Sciences.*
ILUSTRASI. Pengembangan remdesivir di Gilead Sciences.* /ANTARA/

PR CIREBON - Hingga kini, Amerika Serikat (AS) tetap menjadi negara dengan kasus positif Covid-19 tertinggi di dunia dengan penambahan kasus sebanyak 46.042 orang, membawa total ke angka 2,7 juta kasus positif.

Terlebih, AS memiliki tiga daerah yang menjadi episenter baru pandemi, yakni California, Texas dan Arizona yang masing-masing melaporkan peningkatan kasus Covid-19.

Inilah yang membuat AS terkena panic buying dengan segera memborong hampir seluruh pasokan global remdesivir, satu dari dua obat yang terbukti mengobati virus corona.

Baca Juga: Hampir Catat Rekor Tertinggi, Indonesia Justru Alami Penurunan Peringkat Kasus Covid-19 Tingkat Asia

Adapun remdesivir menjadi obat yang diproduksi secara ekslusif oleh raksasa farmasi Amerika Serikat Gilead. Bahkan, petinggi Gilead rela menginvestasikan sekitar 532 dolar AS atau setara dengan lebih dari Rp 7 juta, demi untuk program pengobatan enam dosis.

Sky News pun melaporkan, Departemen Layanan Kesehatan Manusia (HHS) Amerika Serikat, AS telah mengamankan seluruh pasokan obat gglobal itu untuk bulan Juli dan 90 persen dari stok yang tersedia untuk Agustus dan September.

Bahkan, seorang dokter senior yang berkunjung ke Liverpool Unversity, dr. Andrew Hill mengatakan sikap AS yang memborong Remdesevir telah menjadikan pasien di Inggris dan Eropa tak akan dapat bagian hingga Oktober 2020 mendatang.

Baca Juga: Demi Capai Reformasi, Puluhan Ribu Warga Sudan Serempak Berdemo Tanpa Peduli Protokol Kesehatan

"Kesepakatan yang telah dibuat oleh Amerika berarti orang dengan Covid-19 di Inggris tidak dapat memperoleh akses ke perawatan ini yang akan membuat mereka keluar dari rumah sakit dengan cepat dan dapat meningkatkan peluang mereka untuk bertahan hidup," jelas Hill

Lebih lanjut, Hill menilai bahwa selama tiga bulan kedepan tidak akan ada pasokan Remdesivir bagi pasien Covid-19 di negara lainnya.

"Amerika akan mengambil obat-obatan dan kami tidak akan memiliki akses ke mereka. Itulah yang terjadi di Inggris dan Eropa," tambahnya.

Baca Juga: Trump Jadi Penentu Nasib, Pengamat: Jika Dia Menang, Palestina Berada dalam Bahaya

Selain itu, negara-negara dengan penghasilan yang rendah dan menengah mungkin dapat memproduksi obat versi generik, namun tidak dapat menjualnya ke Eropa karena Gilead telah memiliki hak paten untuk itu.

Adapun pembelian stok obat Redemsivir yang dilakukan oleh Amerika Serikat ini, dikarenakan adanya peringatan dari para pejabat kesehatan yang terkait jumlah kasus AS bisa mencapai 100.000 orang tiap harinya.

Untuk itu, mengamankan stok Redemsivir sama dengan mengamankan pasien, karena pasien Covid-19 telah terbukti berhenti memproduksi gejala virus dalam waktu dua minggu.

Baca Juga: Peringati Hari Polarisasi, Hong Kong Terpaksa Rayakan Dibawah Bayang-Bayang Hukum Keamanan Baru

Selain itu, seorang Sekretaris Kesehatan Matt Hancock menggambarkan penggunaan Remdesivir pada pasien Covid-10 sebagai langkah maju terbesar dalam pengobatan virus corona sejak krisis dimulai.

Dengan demikian, bila Inggris ingin mendapatkan hasil yang sama, maka Inggris harus mencari jalan keluar lainnya.

Sementara itu Redemsivir, obat lain yang terbukti mengurangi gejala pada pasien virus corona adalah steroid yang biasa disebut dexamethasone.

Baca Juga: Lacak Virus Corona di Pedalaman Amazon, Militer Brasil Lindungi Suku Yanomami dari Ancaman Covid-19

Bahkan, dexamethasone ini cukup murah untuk diproduksi dan tersedia secara luas di seluruh dunia.

Hanya saja dalam penggunaannya, Dexamethasone akan memiliki banyak efek samping yang diberikan dari kegelisahan hingga gangguan psikotik.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Sky News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x