Serangan Anti-Asia Meningkat, Studi Baru Tunjukkan Cuitan Donald Trump Berpengaruh pada Sentimen Rasisme

- 21 Maret 2021, 13:00 WIB
Studi baru menyebutkan bahwa serangan rasisme anti-Asia ditingkatkan oleh cuitan Donald Trump.*
Studi baru menyebutkan bahwa serangan rasisme anti-Asia ditingkatkan oleh cuitan Donald Trump.* //Pixabay/Eric Thayer

PR CIREBON – Serangan anti-Asia semakin menjadi-jadi di Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara Eropa.

Di AS, orang keturunan Asia akhir-akhir ini menjadi target penyerangan dan penembakan brutal yang menewaskan korban.

Serangan terhadap orang keturunan Asia di negara Barat itu menjadi sering bersamaan dengan merebaknya pandemi Covid-19.

Baca Juga: Kasus Bunuh Diri Capai Rekor Tertinggi di Jepang, Kesehatan Mental Jadi Perhatian

Hingga kini, serangan anti-Asia tersebut telah memakan banyak korban sehingga Presiden AS, Joe Biden, harus buka suara tentang hal itu.

Studi baru juga mengatakan bahwa cuitan mantan Presiden AS, Donald Trump, yang menyebut virus Corona sebagai 'Virus Tiongkok' membantu meningkatkan serangan rasisme anti-Asia itu.

Sebagaimana diberitakan di Pikiran Rakyat dalam artikel "Studi: Ucapan Donald Trump Soal 'Virus China' Meningkatkan Konten Rasisme Anti-Asia" para kritikus mengatakan penggunaan berulang 'Virus Tiongkok' oleh Donald Trump dan istilah lain membantu memicu lingkungan kebencian.

Baca Juga: Jelang Pernikahannya dengan Atta Halilintar, Aurel Hermansyah Ungkap Masa-masa Sulit Tinggal di Ruko

"Sentimen anti-Asia yang digambarkan dalam twit yang berisi istilah 'Virus Tiongkok' kemungkinan besar mengabadikan sikap rasis dan paralel dengan kejahatan kebencian anti-Asia yang telah terjadi sejak itu," kata Dr. Yulin Hswen, asisten profesor epidemiologi di UC, San Francisco dan penulis utama studi itu, seperti dikutip dari ABC News, Sabtu, 20 Maret 2021.

Penelitian itu diterbitkan dalam American Journal of Public Health.

Studi tersebut muncul setelah serangkaian serangan terhadap komunitas Asia di AS, termasuk serangkaian penembakan di Atlanta yang menewaskan enam wanita keturunan Asia.

Baca Juga: Patung Lilin Donald Trump Tidak Lagi Dipamerkan, Pihak Museum: Orang-orang Terus Meninju Wajahnya

Studi tersebut menunjukkan perbedaan dalam sentimen anti-Asia ketika menggunakan tagar netral seperti #COVID-19 versus hashtag rasis seperti #Chinesevirus.

Sebanyak 20 persen dari hashtag yang terkait dengan #COVID-19 menunjukkan sentimen anti-Asia, dibandingkan dengan 50 persen dari tagar dengan #Chinesevirus.

Dr. John Brownstein yang juga penulis studi tersebut, mengatakan bahwa percakapan online semacam itu dapat memicu reaksi kekerasan.

Baca Juga: 250 Warga Tewas dalam Aksi Kudeta, Pengunjuk Rasa Myanmar Suarakan Protes dengan Lilin

"Kami sering melihat bahwa percakapan online yang berisi pesan kebencian tidak tetap online. Seringkali, percakapan yang terjadi di media sosial menghasilkan konsekuensi dunia nyata," kata Brownstein.

Dr. Daniel Rogers, seorang ahli informasi hoaks di Universitas New York mengatakan, konten kebencian di media sosial dapat menyebabkan lebih banyak hal yang sama disajikan kepada pengguna melalui algoritma platform.

Pejabat kesehatan internasional dengan sengaja menghindari pelekatan geografi pada virus untuk menghindari kesalahan, tetapi Donald Trump bersikeras untuk mengikat Tiongkok ke Covid-19 di setiap kesempatan.

Baca Juga: Datangkan Farshad Noor, Persib Bandung Makin Percaya Diri Tatap Piala Menpora dan Liga 1

Para ahli dan pembuat kebijakan memperingatkan agar tidak menggunakan cuitan yang menghasut dan rasis karena dapat berfungsi sebagai seruan untuk kejahatan rasial.

"Jangan lampirkan lokasi atau etnis pada penyakit ini, ini bukan 'Virus Wuhan,' 'Virus Tiongkok' atau 'Virus Asia," tulis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam buletin Februari 2020.

Penulis studi mengatakan hasil studi mereka mengkonfirmasi bahwa kebangsaan, ras, atau etnis tidak boleh dilampirkan pada nomenklatur penyakit, karena nama-nama ini dapat membawa konotasi merendahkan yang dapat menstigmatisasi komunitas.*** (Julkifli Sinuhaji/Pikiran Rakyat)

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x