Pemerintahan Trump Dorong Kesepakatan Senjata hingga Rp7 Triliun dengan Arab Saudi

- 25 Desember 2020, 17:20 WIB
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.*
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.* /The Texas Tribune


PR CIREBON - Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara resmi memberi tahu Kongres bahwa mereka akan menjual bom presisi ke Arab Saudi hampir sebanyak 500 juta dolar AS atau setara dengan Rp7 triliun.

Transaksi yang mungkin saja akan memicu kritik dari para anggota parlemen yang merasa keberatan untuk mempersenjatai negara Teluk Persia tersebut.

Keberatan itu lantaran adanya catatan terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), menahan hak perbedaan pendapat, dan mengambil peran dalam perang di Yaman.

Baca Juga: Turki Sebut Vaksin Covid-19 Sinovac Dari China Miliki 91,25 Persen Tingkat Keefektifan

Seseorang yang mengetahui perihal penjualan senjata tersebut, berbicara dengan identitas anonim, mengatakan bahwa kesepakatan it mencakup 7.500 bom berpemandu presisi "Paveway IV", yang menurut ketentuan kesepakatan akan diproduksi di Kerajaan tersebut.

Transaksi yang diusulkan, yang telah dikerjakan sejak awal tahun lalu, juga mencakup sistem komunikasi keamanan internal senilai 97 juta dolar AS atau setara dengan Rp1 triliun.

Salah satu media menyebutkan Departemen Luar Negeri telah mengirimkan pemberitahuan tersebut pada Selasa, dikutip Cirebon.Pikiran-Rakyat.com dari The Washington Post pada Jumat, 25 Desember 2020.

Baca Juga: Peneliti Turki Sebut Vaksin Covid-19 Sinovac dari Tiongkok Miliki Tingkat Keefektifan 91,25 Persen

William Hartung, direktur program dan keamanan di Center for International Policy, menyebutkan penjualan itu tidak boleh sampai terjadi dan dilanjutkan.

"Akses Saudi ke puluhan ribu amunisi berpemandu presisi sejauh ini tidak mengurang jumlah korban sipil dari perang di Yaman, jadi Pentagon mengklaim bahwa bom yang lebih akurat akan mengurangi jumlah korban sipil itu tidak perlu diawasi," katanya.

Pada Agustus, Departemen Luar Negeri mengungkapkan inspektur jenderalnya menemukan babhwa Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, tidak melanggar undang-undang ketika menggunakan deklarasi darurat yang tidak biasa pada 2019.

Baca Juga: Ragukan Kemampuan Budi Sadikin, Netty Prasetiyani: Tak Berani Prediksi Penanganan Covid-19

Hal itu untuk melewati kongres bipartisan penjualan senjata dalam jumlah yang lebih besar ke Arab Saudi.

Kerajaan teluk yang telah menjalin hubungan dekat dengan pemerintahan Trump tersebut, telah menjadi sasaran kritik bipartisan atas keterlibatannya dalam perang di Yaman.

Di mana jet Saudi, menggunakan amunisi presisi AS, telah berulang kali membom sasaran sipil karena pihak Saudi berusaha untuk membuat Iran lemah, terkait para pemberontak yang ada di sana.

Baca Juga: Sejak Masuk Libur Natal dan Tahun Baru, Kendaraan yang Tinggalkan Jakarta Naik 35,8 Persen

Pengawasan terhadap sekutu AS tersebut diintensifkan setelah adanya agen Saudi yang melakukan operasi brutal terhadap jurnalis Saudi dan kolumnis kontributor Washington Post yang terbunuh dan dimutilasi di Konsulat Saudi di Istanbul pada 2018.

Dinyatakan oleh pejabat intelijen AS bahwa pembunuhan tersebut atas perintah yang diberikan oleh Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman.

Di bawah aturan penjualan senjata, anggota parlemen memiliki waktu selama 30 hari sejak pemberitahuan, atau hingga 21 Januari, untuk mengeluarkan resolusi ketidaksetujuan mereka.

Baca Juga: Ucapkan Selamat Natal, Pramono Anung: Bawa Hal yang Positif Dalam Kita Menghadapi Pandemi Covid-19

Para pembantu Kongres menuturkan akan adanya keraguan pada pemungutan suara mengenai ketidaksetujuan kongres, yang mana akan berlangsung antara sekarang dan ketika kongres yang baru mengambil alih pada 3 Januari karena tidak menjadi bukti veto.

Trump dapat mengeluarkan deklarasi darurat, seperti yang pernah dia lakukan sebelumnya, yang mengesampingkan keberatan yang diajukan oleh kongres.

Seorang perwakilan dari presiden terpilih, Joe Biden, menolak memberikan komentarnya atas penjualan tersebut.

Baca Juga: Menag Yaqut: Selamat Natal 2020, Semoga Kedamaian serta Kemajemukan Indonesia Tetap Terjaga

Awal tahun ini, Biden mengatakan dia akan menilai lagi hubungan yang terjalin antara AS dan Arab Saudi, karena adanya catatan HAM, dan terutama dengan adanya kejadian pembunuhan Khashoggi.

Baru-baru ini, Biden menunjuk pensiunan Jenderal Lloyd Austin, yang telah menjabat sebagai anggota dewan Raytheon, sebagai calon menteri pertahanan.

Menanggapi transaksi baru Raytheon, Rep. Ro Khanna (D-Calif.), Anggota Komite Angkatan Bersenjata DPR, mengatakan Biden harus segera mengubah arah jika kesepakatan penjualan ini berhasil.

Baca Juga: Banjir Ucapan Selamat Jelang Ditunjuk Jadi Menparekraf, Sandiaga Uno Salah Paham: Ternyata Ini Kode

Salah seorang ajudan Kongres dari Partai Demokrat mengatakan pemerintahan Trump telah mencoba untuk menjual lebih banyak melakukan transaksi penjualan senjata kepada para pelanggar HAM dalam bulan-bulan terakhirnya menjadi presiden.

Juru bicara Raytheon tidak segera memberikan komentar.

Selain melakukan transaksi dengan Saudi, pemerintahan Trump juga mengirim pemberitahuan penjualan senjata tambahan ke Kongres minggu ini.

Baca Juga: Sehari Setelah Dilantik, Menag Yaqut Sambangi GPIB Immanuel Semarang Guna Tinjau Persiapan Natal

Termasuk penjualan senjata kecil dan komponennya ke Kanada, Filipina, dan Meksiko.

Pejabat juga diharapkan untuk mengirim pemberitahuan perihal rudal pesawat dan barang-barang lainnya ke Mesir.***

Editor: Tita Salsabila

Sumber: The Washington Post


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x