Korea Utara Menolak Secara Resmi untuk Mengakhiri Perang Korea dan Menyebutnya Sebagai "Sesuatu yang Prematur"

24 September 2021, 15:45 WIB
Ilustrasi. Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Thae Song menuturkan bahwa negaranya menolak proposal Presiden Moon Jae In untuk mengakhiri perang. /Pixabay/www_slon_pics / 90 images

PR CIREBON- Pada Jumat, 24 September 2021, Korea Utara menolak proposal Presiden Korea Selatan Moon Jae In untuk mendeklarasikan akhir resmi perang 1950-53 sebagai "sesuatu yang prematur".

Korea Utara menyampaikan penolakan terhadap ajakan Presiden Moon Jae In itu dengan alasan bahwa deklarasi seperti itu tidak akan ada artinya selama "kebijakan permusuhan" AS tetap tidak berubah.

Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Thae Song membuat penolakan dalam sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa deklarasi akhir perang dari Moon Jae In itu "tidak memiliki kekuatan hukum mengikat".

Baca Juga: Hoaks atau Fakta: Benarkah Harta Pejabat Naik Drastis Gegara Jual Vaksin Covid-19 di Masa Pandemi?

Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari laman Korea Times, lebih lanjut ia mengatakan deklarasi itu akan "menjadi secarik kertas belaka dalam beberapa saat, perubahan situasi."

"Tidak ada jaminan bahwa pernyataan penghentian perang saja akan mengarah pada penarikan kebijakan permusuhan terhadap DPRK, di bawah situasi saat ini di semenanjung yang mendekati situasi sentuh-dan-pergi," katanya.

Sebagai informasi, DPRK adalah singkatan dari Republik Rakyat Demokratik Korea, nama resmi Korea Utara.

Baca Juga: Ria Ricis dan Teuku Ryan Gelar Lamaran, Judika Sebut Lagu Barunya Cocok untuk Kado

Selama pidatonya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) awal pekan ini, Moon Jae In mengusulkan kedua Korea dan Amerika Serikat, mungkin bergabung dengan Tiongkok, mendeklarasikan akhir resmi perang 1950-53.

Moon Jae In mengatakan itu akan menandai titik tolak penting dalam menciptakan tatanan baru, rekonsiliasi di Semenanjung Korea.

Dalam pernyataan itu, Menlu Ri mengatakan deklarasi tersebut akan membawa "konsekuensi bencana" yang dapat mengganggu keseimbangan strategis di kawasan itu dan mendorong kedua Korea ke dalam perlombaan senjata tanpa akhir.

Baca Juga: Ramalan Horoskop Karier Keuangan, 24 September 2021: Aquarius Akan Dapat Hasil, dan Pisces Percaya Diri

Dia menekankan bahwa penarikan kebijakan permusuhan AS adalah "prioritas utama" dalam membawa perdamaian dan stabilitas ke Semenanjung Korea.

"Harus dipahami dengan jelas bahwa deklarasi penghentian perang sama sekali tidak membantu menstabilkan situasi semenanjung Korea saat ini, tetapi dapat disalahgunakan sebagai tabir asap yang menutupi kebijakan permusuhan AS," tuturnya.

Ri juga mempermasalahkan uji coba rudal balistik antarbenua Minuteman III Washington pada Februari dan Agustus, dan keputusannya baru-baru ini untuk membantu membangun kapal selam bertenaga nuklir untuk Australia.

Baca Juga: Tiongkok Serukan Penentangan yang Kuat Terhadap Tawaran Taiwan untuk Bergabung dengan TPP

"Langkah-langkah DPRK hanya untuk meningkatkan kemampuan pertahanan untuk mengatasi ancaman militer AS untuk menjatuhkan kita dengan kekuatan digambarkan sebagai 'provokasi' sementara penumpukan senjata meningkat oleh AS dan pasukan bawahannya untuk mengancam DPRK dibenarkan sebagai 'pencegah,'" ucapnya.

Seperti diketahui, Korea Utara baru-baru ini menembakkan dua rudal balistik jarak pendek ke Laut Timur setelah uji coba rudal jelajah jarak jauh, meningkatkan kekhawatiran peluncuran terbaru dapat meningkatkan ketegangan di semenanjung.***

Editor: Arman Muharam

Sumber: Korea Times

Tags

Terkini

Terpopuler