PR CIREBON - Pengadilan perceraian di Tiongkok telah memerintahkan seorang pria untuk membayar sebesar 7.700 dolar AS atau sekitar Rp 99 juta kepada mantan istri.
Hal itu sebagai biaya layanan rumah tangga yang istri berikan selama pernikahan mereka.
Keputusan dari terobosan ini adalah pertama kalinya, terkait undang-undang yang baru-baru ini diberlakukan.
Undan-undang tersebut mengharuskan mantan pasangan pencari nafkah untuk menutupi tahun-tahun yang dihabiskan pasangan mereka untuk pekerjaan rumah tangga.
Seperti memasak, membersihkan, membesarkan anak, merawat kerabat yang lebih tua atau mendukung keluarga dari rumah.
Keputusan tersebut telah memicu perdebatan sengit di antara jutaan warga Tiongkok di media sosial mengenai nilai pekerjaan rumah.
Pasangan tersebut, yang identitasnya terbatas pada nama keluarga mereka, Wang dan Chen, menikah selama lima tahun, dua di antaranya mereka habiskan terpisah sebelum akhirnya mengajukan gugatan cerai pada tahun 2020.
Baca Juga: Link Live Streaming AC Milan vs Red Star: Pioli Rossoneri Lebih Berkualitas, Stankovic Serasa Derby
Wang berpendapat bahwa dia berhak atas kompensasi, terutama selama dua tahun dia membesarkan putra mereka tanpa nafkah dari mantan suaminya.
Dilansir Cirebon.Pikiran-Rakyat.com dari New York Post pada Rabu, 24 Februari 2021, Wang juga menuduh Chen selingkuh.
Pengadilan memberi Wang hak asuh penuh atas putra mereka, dan memerintahkan Chen untuk membayar keluarganya 300 dolar AS per bulan.
Chen juga dikenakan tagihan tambahan senilai 7.000 dolar AS, untuk pekerjaan rumah dan tugas perawatan anak yang dilakukan Wang selama menikah.
Kritikus di Weibo, situs media sosial terkemuka di Tiongkok, mengatakan pengadilan masih belum cukup adil, dengan seorang pengguna menunjukkan bahwa gaji satu tahun untuk pekerjaan apa pun akan lebih dari dua kali lipat jumlah itu.
Di sisi lain, yang lain berpendapat bahwa Wang juga menikmati hasil dari pekerjaan rumahnya, karena itu menurut mereka Chen tak harus bertanggung jawab.
Zhong Wen, pengacara perceraian di provinsi Sichuan di Tiongkok, mengatakan undang-undang baru itu diberlakukan mulai 1 Januari tahun ini, menetapkan preseden baru di negara tersebut.
“Mereka yang melakukan pekerjaan rumah tangga direndahkan dalam pernikahan, dengan efek yang paling jelas adalah keterampilan bertahan hidup mereka di masyarakat dan keterampilan profesional mereka mungkin akan menurun,” kata Zhong.
Menurut penelitian oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, secara global, wanita mengambil dua setengah kali lebih banyak pengasuhan dan pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar daripada pria.***