Prof. Dr Zulganef: Boikot Berbagai Produk dapat Merusak Perekonomian Israel Secara Signifikan

- 27 November 2023, 15:08 WIB
Orasi ilmiah Prof. Dr. Zulganef pada Wisuda sarjana Universitas Widyatama di Bandung, Sabtu, 25 November 2023./Renaldi
Orasi ilmiah Prof. Dr. Zulganef pada Wisuda sarjana Universitas Widyatama di Bandung, Sabtu, 25 November 2023./Renaldi /

SABACIREBON - Boikot produk dari kalangan konsumen terhadap  berbagai hasil industri,  akhir-akhir ini gencar dan menjadi salah satu isu yang mendapat perhatian banyak pihak terutama sebagai salah satu akibat dari terjadinya konflik  antara Israel dan Palestina.

Hal itu disampaikan Prof. Dr. Zulganef, Drs., MM dalam orasi ilmiahnya pada acara Wisuda Sarjana Universitas Widyatama di Bandung, Sabtu 25 November 2023 dengan menambahkan bahwa  boikot yang dilakukan konsumen tersebut pada akhirnya dapat menentukan kondisi suatu perusahaan dan keberlanjutannya.

Oleh sebab itu dampak ekonomi maupun politik dari timbulnya aksi boikot produk telah pula memunculkan berbagai bentuk penelitian mengenai boikot konsumen yang juga telah mendapat perhatian dalam beberapa tahun ke belakang.

Baca Juga: Layanan Bus Antarkota Arab Saudi Sediakan 35.000 Lowongan Kerja untuk Hubungkan 200 Kota dan Provinsi

Dalam orasi ilmiahnya itu Guru Besar Ilmu Manajemen pertama dari Universitas Widyatama, telah menyampaikan hasil  penelitiannya dengan menggunakan Teknik Bibliometrik  tentang Boikot Konsumen yang sedang fenomenal akhir-akhir ini, terutama terjadinya konflik antara Israel dengan Palestina.

Menurut Prof. Zulganef, boikot konsumen seringkali dimotivasi oleh berbagai faktor termasuk isu etika, keadilan sosial, pelanggaran HAM, kelestarian lingkungan, atau bahkan terjadinya perselisihan politik.

Boikot biasanya terjadi karena adanya pertentangan nilai yang dianut oleh konsumen dan yang terjadi karena akibat dari entitas suatu organisasi atau perusahaan, kata Zulganef.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Bandung Raya Hari Ini Senin 27 November 2023. Potensi Hujan dan Petir 

Peristiwa global seperti konfik atau kontroversi dapat memicu tanggapan luas dari individu-individu di seluruh dunia yang merasa terhubung karena permasalahan yang ada seperti terjadi pada konflik Israel dan Palestina saat ini.

Pandangan dunia saat ini tertuju pada isu konflik antara Palestina dan Israel. Kondisi ini memicu peningkatan reaksi global, mengingat hal ini menjadi sebuah isu geopolitik yang telah berlangsung lama dan memiliki dimensi sejarah, budaya, dan politik yang kompleks.

Dalam sebulan terakhir, sekitar 45 hari terakhir ini, dimulai dari tanggal 7 Oktober, kondisi ini semakin memburuk, ditandai dengan peningkatan konflik yang tragis, yang mengakibatkan hilangnya banyak nyawa dan kehancuran yang meluas di dua wilayah tersebut, terutama di Jalur Gaza.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Bodebek Jawa Barat Hari Ini Senin 27 November 2023. Potensi Hujan dan Petir

Konflik ini menurut Prof. Zulganef bahkan berkembang menjadi krisis kemanusiaan, hingga memicu reaksi dari berbagai sektor masyarakat, di mana individu dan berbagai komunitas mengungkapkan keprihatinan dan solidaritas mereka dengan  berbagai cara.

Salah satu fenomena penting yang muncul di tengah wacana global ini adalah boikot dari konsumen terhadap berbagai hasil industri atau produk negara Israel.

Boikot konsumen merupakan upaya yang disengaja, efektif  dan terorganisir oleh individu atau kelompok untuk tidak membeli atau menggunakan produk atau layanan dari perusahaan atau kelompok perusahaan tertentu.

Baca Juga: Sajikan Kelezatan di Dapur: Resep Kuliner Spesial Hari Ini Senin, 27 November 2023

Bentuk protes atau boikot ini biasanya didorong oleh ketidakpuasan terhadap praktik, kebijakan, atau pertimbangan etis yang terkait dengan entitas yang menjadi sasaran.

Boikot konsumen berfungsi sebagai sarana ampuh yang digunakan individu untuk mengungkapkan ketidakpuasan mereka, menyatakan perbedaan pendapat, dan mengadvokasi perubahan dengan memanfaatkan daya beli.

Seiring dengan berkembangnya konflik, lanjut Prof Zulganef, sebagian besar orang di seluruh dunia memilih untuk mengungkapkan ketidakpuasan dan penolakan mereka terhadap tindakan dan kebijakan tertentu dengan tidak membeli produk yang terkait atau dianggap mendukung pihak-pihak yang terlibat, terutama Israel.

Baca Juga: Peruntungan Ramalan Zodiak Hari Ini, Senin 27 November 2023: Keseimbangan dan Keberanian Menguat

Prof. Zulganef telah  berupaya melakukan analisis bibliometrik komprehensif mengenai boikot konsumen atas terjadinta  konflik Israel-Palestina, dengan fokus pada pemahaman pola, motivasi, dan implikasi boikot tersebut terhadap merek dan industri yang menjadi sasaran.

Dampak boikot konsumen sebagai bentuk protes semakin menonjol dalam beberapa tahun terakhir, karena hal ini berfungsi sebagai mekanisme yang memungkinkan individu menyelaraskan pilihan ekonominya dengan nilai-nilai etika dan moral.

Dengan mengkaji lanskap ilmiah seputar boikot konsumen, penelitiannya itu bertujuan untuk memberikan kontribusi pada pemahaman yang berbeda tentang dinamika yang terjadi ketika ketegangan geopolitik meningkat.

Baca Juga: Vira Luthfiati Az-Zahra Lulus Tercepat sebagai Sarjana Teknik Industri Universitas Widyatama

Secara khusus, dalam uraian hasil penelitiannya itu Zulganef juga  menyampaikan  eksplorasi literatur akademis yang membahas peran konsumen dalam mempengaruhi perilaku perusahaan dan implikasi yang lebih luas dari tindakan tersebut terhadap perdagangan internasional.

Melalui analisis bibliometrik, penelitian Prof. Zulganef telah  memetakan wacana ilmiah mengenai boikot konsumen terkait konflik Israel-Palestina, mengidentifikasi tema-tema kunci, karya-karya berpengaruh, dan kesenjangan dalam literatur yang ada.

Dengan melakukan hal ini, harapannya adalah memberikan wawasan tentang cara individu memanfaatkan daya beli mereka untuk terlibat dan merespons peristiwa geopolitik, sehingga dapat menyoroti lanskap aktivisme konsumen yang terus berkembang di dunia yang saling terhubung dan terglobalisasi.

Baca Juga: Jelang Kick Off Kontra Dewa United, Berikut Ini Daftar Susunan Pemain Persib Bandung

Boikot Konsumen dan Platform Digital

Boikot konsumen sering kali dimotivasi berbagai faktor, termasuk isu etika, keadilan sosial, pelanggaran hak asasi manusia, kelestarian lingkungan, atau perselisihan politik.

Individu mungkin memilih untuk memboikot produk atau merek yang dianggap terlibat dalam tindakan atau kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai mereka.

Dengan meningkatnya interkonektivitas di dunia, boikot yang dilakukan  konsumen telah melampaui batas negara. Peristiwa global, seperti konflik atau kontroversi, dapat memicu tanggapan luas dari individu-individu di seluruh dunia yang merasa terhubung atau terpengaruh oleh permasalahan yang ada.

Baca Juga: Aktor Sekaligus Musisi Asal Korea Selatan Sapa Penggemar di Indonesia, Pakai Bahasa Ini

Boikot produk  terkait timbulnya konflik Israel-Palestina menunjukkan sifat aktivisme konsumen yang mengglobal. Munculnya berbagai platform media sosial juga secara signifikan memperkuat dan memperluas jangkauan serta  dampak dari gerakan boikot konsumen.

Platform online (digital) memberikan ruang bagi individu untuk berbagi informasi, mengoordinasikan tindakan, dan memobilisasi dukungan dalam skala global.

Tagar (hashtag), kampanye, dan konten viral pun berkontribusi terhadap penyebaran informasi dan mobilisasi konsumen dengan cepat.

Baca Juga: Dua Bocil Nekad Pergi dari Madura ke Jakarta Kendarai Motor, Nitizen ; Janda Mana yang Mau Kamu Kunjungi

Beberapa boikot konsumen bahkan  didorong oleh afiliasi agama atau budaya tertentu. Misalnya, pada  tahun 2020 masyarakat di negara Muslim atau mayoritas muslim memboikot produk-produk negara Prancis karena adanya pernyataan kontroversial dari pemerintah Prancis mengenai kartun yang menyinggung Nabi Muhammad.

Namun, seperti yang terlihat dalam boikot terkait konflik Israel-Palestina saat  ini, cakupannya telah meluas melampaui batas agama atau budaya.

Pada 1990-2000-an, produsen  sepatu merek Nike juga menghadapi boikot dari konsumen yang penyebabnya  adalah eksploitasi tenaga kerja, terutama di negara berkembang.

Baca Juga: Rangkaian Kegiatan Warnai Peringatan Hari Guru di SMKN 1 Cirebon, Ini Istimewanya

Dari boikot tersebut akhirnya Nike mengubah praktik ketenagakerjaan mereka sebagai respon dari tekanan konsumen dan kelompok advokasi. Dalam kasus-kasus seperti itu  individu-individu dari berbagai latar belakang yang memiliki keprihatinan yang sama mengenai konflik tersebut terlibat dalam melakukan boikot, yang mencerminkan bentuk aktivisme yang lebih luas dan inklusif.

Dosen senior Universitas Widyatama itu juga mengungkapkan hasil penelitian lain bahwa alasan orang berpartisipasi dalam boikot berbeda-beda dan sebagian besar orang memiliki motivasi yang berbeda-beda pula, meskipun motivasi instrumental tampaknya lebih mendominasi.

Namun demikian, menurut Prof. Zulganef yang mengutip pendapat dari  Friedman bahwa frekeuensi, skala dan dampak dari boikot itu sendiri sulit diukur. 

Baca Juga: Gus Muhaimin di Daulat Jadi Bapak Pemekaran Daerah RI

Hal ini arena perusahaan yang menjadi target boikot umumnya tidak mau mengungkapkan efektivitas dan pengaruh boikot terhadap pengambilan keputusan manajemen, termasuk statistic pengurangan penjualan akibat boikot.

Beberapa contoh boikot yang sudah dilakukan oleh konsumen, diantaranya  boikot konsumen Eropa terhadap Perusahaan minyak Shell atas rencananya membuang bekas anjungan minyak Brent Spar ke laut; boikot konsumen AS terhadap Texaco atas dugaan pernyataan rasial yang dilakukan manajemen senior; dan boikot konsumen AS terhadap Mitsubishi atas dugaan pelecehan seksual ditempat kerja.

Kritik terhadap Shell yang dilakukan oleh para pemerhati lingkungan dan aktivis hak asasi manusia serta boikot yang terkait dengannya ditengarai sebagai penyumbang utama terhadap perubahan mendasar dalam cara Perusahaan tersebut memenuhi tanggung jawab sosial dan etikanya.

Baca Juga: Kontingen Majalengka Kirimkan 86 Atlet, 9 Pelatih dan 9 Official di Ajang Propemda XV Jawa Barat

Lebih jauh Zulganef menyampaikan  bahwa tidak ada yang meragukan bahwa tindakan boikot terhadap berbagai produk telah menyebabkan kerusakan yang signifikan terhadap perekonomian Israel.

Meskipun dalam analisis model ekonomi struktural belum digunakan untuk memperkirakan besarnya dampak boikot tersebut.

Analisis Deskriptif

Di penghujung orasi ilmiahnya, Prof. Zulganef juga menyampaikan  data atau angka-angka jumlah penelitian yang dilakukan terhadap  boikot konsumen selama kurun waktu  1985-2023 yang terbit dalam bentuk artikel (78%), book chapter (15.9%), review (3.8%), buku (1.5%), dan conference paper (0.8%).

Baca Juga: Jelang Gencatan Senjata 30 Orang Dikabarkan Tewas oleh Serangan Israel

Menurutnya data tersebut menunjukkan bahwa publikasi dalam bentuk artikel merupakan yang paling banyak ditulis oleh para akademisi, sedangkan yang paling rendah adalah makalah-makalah dalam konferensi.

Hal ini menunjukkan bahwa pembahasan mengenai boikot lebih banyak dibicarakan secara tertutup masing-masing oleh individual dibandingkan secara terbuka dalam sebuah konferensi.

Dari analisis data yang dilakukan, diketahui bahwa artikel mengenai boikot konsumen pertama kali terbit di tahun 1985, sementara publikasinya terbanyak di tahun 2023 dengan jumlah 14 publikasi serta 2021 dengan jumlah 11 publikasi.

Penelitian mengenai boikot konsumen mendapat perhatian di tahun 2009, di mana jumlahnya meningkat menjadi 6 artikel dalam setahun dari yang sebelumnya hanya 2 terbitan artikel per tahun***

Editor: Otang Fharyana

Sumber: liputan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x