Pemerintah Ancam tak Ada Izin Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 Sampai Terjadi Perubahan di Tubuh PSSI

- 15 Oktober 2022, 07:16 WIB
Tak Ada prrtandinan Liga 1, Liga 2 dan Liga 3 sebelum ada peubahan./pikiran-rkyat.com
Tak Ada prrtandinan Liga 1, Liga 2 dan Liga 3 sebelum ada peubahan./pikiran-rkyat.com /

SABACIREBON – Pemerintahan presiden Joko Widodo (Jokowi) nampaknya tidak main-main dengan pentingnya pembenahan sistem persepakbolaan Indonesia.

Seperti halnya terhadap  pembenahan pada lini kehdupan lainnya, terhadap kehidupan persepakbolaan pun Presiden Jokowi begitu menaruh perhatian besar.

Nampaknya tragedi sepakbola di stadion Kanjuruhan, Malang, Jatim yang dibangun banyak tidak memenuhi persyaratan, menjadi pemicu keseriusan Jokowi terhadap pentingnya segera dibenahi sistem persepakbolaan negeri ini.

Bahkan Pemerintah memberikan ancaman yang tak main-main untuk Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) sebagai  buntut Tragedi Kanjuruhan itu.

Baca Juga: Kapan Lagi, Reformasi Polri !

Untuk menjaga keberlangsungan kepengurusan PSSI dan menyelamatkan persepakbolaan nasional, TGIPF Tragedi Kanjuruhan merekomendasikan agar pemangku kepentingan PSSI melakukan percepatan Kongres atau menggelar Kongres Luar Biasa (KLB).

Hal itu dilakukan guna menghasilkan kepemimpinan dan kepengurusan PSSI yang berintegritas, profesional, bertanggungjawab, serta bebas dari konflik kepentingan.

"Pemerintah tidak akan memberikan izin pertandingan liga sepak bola profesional di bawah PSSI, yaitu Liga 1, Liga 2, dan Liga 3, sampai dengan terjadinya perubahan dan kesiapan yang signifikan oleh PSSI dalam mengelola dan menjalankan kompetisi sepakbola di tanah air," kata TGIPF Tragedi Kanjuruhan, Jumat, 14 Oktober 2022.

Baca Juga: Polisi Narkoba : Kapolda Sumbar Diduga jadi Pengedar Sabu, Dipatsus

Sementara pertandingan sepak bola di luar Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 tetap berlangsung dengan memperhatikan ketertiban umum dan berkoordinasi dengan aparat keamanan.

Dalam rangka pelaksanaan prinsip tata kelola organisasi yang baik (good Liga governance), PSSI perlu segera merevisi statuta dan peraturan PSSI.

PSSI juga didesak untuk menjalankan prinsip keterbukaan informasi publik terhadap berbagai sumber dan penggunaan finansial, serta berbagai lembaga kegiatan usaha di bawah PSSI.

Dalam rangka membangun persepakbolaan nasional yang berperadaban dan bermakna bagi kepentingan publik, penyelamatan PSSI tidak cukup hanya berpedoman pada regulasi yang isinya banyak bertentangan dengan prinsip-prinsip tata kelola organisasi yang baik.

Baca Juga: Perkuat Ketahanan Energi Nasional, Kolaborasi Solid Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa Dengan Media

Akan tetapi, upaya menyelamatkan PSSI perlu pula didasarkan pada prinsip menyelamatkan kepentingan publik atau keselamatan rakyat (salus populi suprema lex esto).

"Dasar dari ketaatan pada aturan resmi dan dalil keselamatan publik ini adalah aturan moral dan nilai-nilai etik yang sudah menjadi budaya dalam kehidupan kita berbudaya," ucap TGIPF Tragedi Kanjuruhan.

PSSI dan para pemangku kepentingan liga sepak bola Indonesia dinilai tidak profesional dan tidak memahami tugas dan peran masing-masing.

Selain itu, mereka juga cenderung mengabaikan berbagai peraturan dan standar yang sudah dibuat sebelumnya, serta saling melempar tanggungjawab pada pihak lain.

Baca Juga: Kejaksaan Majalengka Tahan 2 Tersangka Korupsi Rp 3,26 M, Terungkap Begini Modusnya

"Sikap dan praktik seperti ini merupakan akar masalah yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun dalam penyelenggaraan kompetisi sepak bola kita, sehingga dibutuhkan langkah-langkah perbaikan secara drastis namun terukur untuk membangun peradaban baru dunia sepakbola nasional," kata TGIPF Tragedi Kanjuruhan.

Tidak hanya itu, TGIPF Tragedi Kanjuruhan mengeluarkan rekomendasi dan kesimpulan agar pengurus jajaran Komite Eksekutif (Exco) PSSImengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral.

"Secara normatif, Pemerintah tidak bisa mengintervensi PSSI," ucap laporan tersebut, Jumat, 14 Oktober 2022.

Baca Juga: AS Akui Perkembangan Ekonomi China Hampir Saingi Amerika.

"Namun dalam negara yang memiliki dasar moral dan etik serta budaya adiluhung, sudah sepatutnya Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Komite Eksekutif mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas jatuhnya korban sebanyak 712 orang," katanya.

"Di mana saat laporan ini disusun sudah mencapai 132 orang meninggal dunia, 96 orang luka berat, 484 orang luka sedang/ringan yang sebagian bisa saja mengalami dampak jangka panjang," tuturnya menambahkan.

Laporan hasil pemeriksaan TGIPF itu pun telah diserahkan kepada Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 14 Oktober 2022 siang.

Baca Juga: Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba: Afrika Tuduh Moskow Picu Krisis Globa

Sebelumnya, Mahfud MD menyatakan pengurus PSSI harus bertanggung jawab atas kejadian yang menewaskan ratusan suporter.

"Dalam catatan kami, disampaikan bahwa pengurus PSSI harus bertanggung jawab, dan sub-sub organisasinya," ujarnya.

Mahfud MD mengatakan tanggung jawab itu berdasarkan pada aturan-aturan resmi yang secara hukum juga bertanggung jawab moral.

Baca Juga: Kompetisi Berhenti, Para Pemain PERSIB Ternyata Disuruh Ini

"Karena tanggung jawab itu, kalau berdasar aturan, itu tanggung jawab hukum; tapi hukum sebagai norma sering kali tidak jelas, sering kali bisa dimanipulasi, maka naik ke asas," tuturnya.

"Tanggung jawab asas hukum itu apa? Keselamatan rakyat itu adalah hukum yang lebih tinggi dari hukum yang ada; dan ini sudah terjadi, keselamatan rakyat, publik, terinjak-injak," ucap Mahfud MD menambahkan, demikian dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara, Sabtu, 15 Oktober 2022.***

 

Editor: Otang Fharyana

Sumber: Antara News


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x