Kebijakan TAPERA : Semoga Konstitusional dan Pekerja tidak jadi Kurban

- 17 Juni 2024, 19:21 WIB
Pakar Perlindungan Konsumen Dr. Firman Turmantara Endipradja./IG
Pakar Perlindungan Konsumen Dr. Firman Turmantara Endipradja./IG /

 

SABACIREBON -- GELOMBANG kritik dari kalangan pekerja, pengusaha, hingga partai politik  tidak menyurutkan pemerintah untuk tetap melanjutkan dan tidak membatalkan atau menunda program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat lalu menyatakan, pemerintah masih punya waktu hingga 2027 untuk mematangkan implementasi kebijakan tersebut secara proporsional sambil mendengarkan aspirasi publik dan dunia usaha.

Dengan kata lain Moeldoko menegaskan bahwa Tapera akan dilanjutkan dan membantah anggapan yang menyebut program Tapera ditujukan untuk mendanai program makan gratis dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Diberlakukannya program Tapera yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang juga merupakan politik hukum perlindungan konsumen menyebutkan, besaran simpanan Tapera adalah 3 persen dari gaji atau upah yang dikumpulkan sebagai tabungan untuk perumahan.

Baca Juga: Belanda Raih Kemenangan Dramatis 2-1 atas Polandia di Piala Eropa 2024 

Sebanyak 2,5 persen ditanggung pekerja dan  sisanya ditanggung pemberi kerja. Sedangkan pekerja termasuk konsumen pemakai jasa Tapera untuk membayar iuran/tabungan perumahan.

Kebijakan yang hampir berbarengan dinilai tidak pro dan memberatkan rakyat sebagai konsumen adalah soal kenaikan uang kuliah tahunan (UKT). Rencana kenaikan UKT dinilai sangat memberatkan di tengah kesulitan ekonomi.

Contoh lain politik hukum perlindungan konsumen yang membebani masyarakat atau konsumen adalah masalah harga beras yang sudah naik sejak 1 Agustus 2023. Kemudian masalah minyak goreng yang terjadi sejak November 2019, kenaikan iuran BPJS Kesehatan, selain itu harga sejumlah komoditas utama pangan mengalami kenaikan, dll.

Masyarakat heran atas berbagai kebijakan pemerintah yang akhir akhir ini khususnya terkait politik hukum perlindungan konsumen dinilai tidak masuk akal dan tidak pro rakyat. Padahal, menurut konstitusi rakyat juga memiliki hak untuk dilindungi dan disejahterakan.

Halaman:

Editor: Otang Fharyana


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah