PR CIREBON - Dalam operasi tangkap tangan (OTT) terbaru, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Mensos Juliari tersangka korupsi program bantuan sosial di Kementerian Sosial untuk penanganan Covid-19 di Gedung KPK pada dini hari, Minggu 6 Desember 2020.
Dalam operasi tangkap tangan itu KPK menetapkan lima tersangka yakni Menteri Sosial Juliari P Batubara, pejabat pembuat komitmen di Kemensos Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta dari pihak swasta Ardian IM dan Harry Sidabukke. KPK juga telah mengamankan uang dengan jumlah Rp14,5 miliar.
Ahli Hukum Tata Negara mengatakan ini sebagai hal yang 'luar biasa', karena pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang baru berlangsung selama satu tahun lebih sedikit ini, sudah dua menteri sudah ditangkap oleh KPK karena tindak pidana korupsi.
Baca Juga: Neno Warisman: Tolong Sampaikan ke Kapolda, Habib Rizieq Sudah Membuka Pintu Dialog
Dia mengatakan bahwa seperti yang diketahui, pada era pertama Jokowi ada satu menteri, Idrus Marham, yang juga ditetapkan sebagai tersangka, terdakwa, dan akhirnya pidana karena melakukan tindak pidana korupsi walau per hukumannya tidak lama.
"Sekarang kita tahu bahwa dua menteri yang dicokok ini berasal dari backbone pemerintahan paling tidak, di mana kita tahu bahwa Gerindra pertama, Edhy Prabowo, dan Juliari P Batubara dari PDIP adalah menteri-menteri yang berasal dari partai besar," kata Refly Harun dalam kanal Youtubenya, Refly Uncut, seperti yang dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com, 6 Desember 2020.
PDIP sebagai partai yang mendominasi kursi, dan Gerindra nomor tiga setelah Golkar.
Refly menuturkan bahwa mungkin saja para menteri yang ditangkap itu berpikir kalau KPK sudah lumpuh, sehingga mereka bisa melakukan tindak pidana korupsi.
"Atau mereka tidak pernah berpikir bahwa korupsi mereka akan dicokok oleh KPK karena KPK sudah di bawah ketiak pemerintahan misalnya. Mereka berasal dari partai penguasa," ujar Refly.
Baca Juga: Ungkap Kronologi Demo Depan Rumah Ibunya, Mahfud MD: Bahaya Sekali, Tapi Saya Tidak Melapor Apa-apa
Menurutnya kalau tidak ada senses of crisis dari pemerintahan Joko Widodo untuk menindak pelaku korupsi, dan memimpin langsung pemberantasan korupsi maka kita tidak bisa berharap bahwa korupsi ini akan hilang di Indonesia.
"Kenapa? karena senses of crisis-nya tidak ada, senses of urgency bahwa korupsi harus diberantas itu tidak ada," ucap Refly.
Padahal, Refly menilai, negara Indonesia sedang berada dalam kesulitan yang luar biasa karena Covid-19, karena krisis finansial yang terjadi, ditambah ada tekanan budget atau tekanan APBN yang luar biasa.
"Edhy Prabowo, Juliari P Batubara, bukanlah yang terakhir mungkin. Ini fenomena gunung es, kelihatannya hanya beberapa saja tapi di permukaannya jangan-jangan sudah berakar," kata Refly.
Tapi tidak ada yang tahu akan hal itu. Refly berharap KPK akan terus berani menabrak mereka yang melakukan tindak pidana korupsi walaupun orang tersebut berada di lingkaran kekuasaan.
Dia berpendapat sudah seharusnya pemerintahan Jokowi memasang alarm yang kuat, bahwa mereka mulai hari ini harus memerangi korupsi dan menghukum partai-partai yang melakukan tindak pidana korupsi.
"Jadi Gerindra tidak perlu diganti dengan Gerindra, PDIP tidak perlu diganti dengan PDIP karena mereka sudah merusak wajah pemerintahan dan harapan di negeri ini dengan menempatkan kader yang akhirnya melakukan tindak pidana korupsi," katanya.
Refly menambahkan kalau memang ada praduga tidak bersalah tapi dia yakin, seyakin-yakinnya, jika KPK sudah melakukan OTT atau sudah berani menangkap maka pasti KPK memiliki bukti yang sangat kuat.