5 Kuliner Bandung Zaman Kolonial dari yang Lezat-Lezat hingga Menyegarkan...

31 Januari 2023, 19:38 WIB
Ilustrasi: Suasana di sebuah restoran zaman kolonial. /Foto: Semerbak Bunga di Bandung Raya/

SABACIREBON - Urusan kuliner, Kota Bandung memang jagonya. Terbukti setiap akhir pekan jalanan selalu sesak oleh kendaraan yang datang dari luar kota.

Kendaraan-kendaraan non-Bandung selalu keluar masuk tempat-tempat pemuas perut. Mereka yang datang tidak semata masuk ke kafe-kafe, tetapi juga rumah-rumah makan dan warung-warung yang menyajikan makanan unik.

Rupanya kota kembang kesohor kulinernya bukan di zaman ini saja. Sejak zaman kolonial tempat jajanan di Kota Bandung sudah populer ke seantero negeri jajahan, dari yang lezat-lezat hingga menyegarkan.

Ini bisa kita temukan referensinya pada buku Semerbak Bunga di Bandung Raya, karya Kuncen Bandung Haryoto Kunto.

Sabacirebon akan mengutip 5 kuliner khas Bandung dan tempatnya yang sangat dicari penyuka jajan di era Nyonya dan Meneer Belanda masih berkeliaran di Parisj van Java .

1. Soto

Soto Ibu Haji selalu diantri, tempatnya di dalam rumah di Jln Cibadak. Para tamu dijamu makan soto di kursi sitje. Dagingnya terkenal empuk, serta kuahnya terasa maknyus.

Lain halnya di Pasar Baru, masyhur Soto Cipati. Kuahnya pakai santan kental dan yang jualan Abah Encim. Bekal cukup sebenggol sudah dapat soto dengan kuah melimpah.

Masih di kawasan Pasar Baru ada Soto Po, menempati sayap sebelah utara pasar. Yang tidak kalah sedap adalah Soto Uho di Jln Pasirkaliki. Ah, tapi kata laen orang, Soto Mang Ento di Jln Braga justru bakal bikin ketagihan.

Kalau yang murah meriah, Soto Mang Iing di Gang Faktori, bersebelahan dengan Lapas Banceuy (sekarang sudah tidak ada). Atau Soto Mang Endang dekat Bioskop Siliwangi.

Bagi yang baru turun dari Kereta Api si Gombar dan perutnya keroncongan, bisa mampir di Warung Soto Pak Abdurahman yang terkenal karena tak pelit taburkan goreng kacang kedelainya di kuah soto.

2. Gado-Gado

Bandung juga punya jagoan olahan makanan dari rupa-rupa sayuran ditambah tahu, telur dan kentang rebus. Disiram saus kacang nikmat bukan kepalang.

Mang Salim terbilang penjual gado-gado juara di Kompleks Balai Besar PJKA. Meski tempatnya agak tesembunyi, akan tetapi tetap tercium oleh pecinta kuliner di zaman baheula.

Ciri khas gado-gado buatan adik Pak Abdurahman penjual soto ini, adalah karena dicampur asinan dan rendaman nanas...

Tersebut pula penjual gado-gado enak adalah Mak Acim dan Pak Otong, Pasar Baru. Lanjut gado-gado di Jln PLN, Jln Gardujati, ujung Gang Encek Azis, dan Jln Tengku Angkasa.

3. Lotek

Makanan serba sayuran ini juga terbilang paling khas orang Sunda atau lebih lokal ketimbang gado-gado yang sudah menasional. Mengolahnya selalu dadakan khususnya untuk sausnya dari kacang tanah. Supaya kental kacang diulek dengan rebus ubi atau kentang.

Nah, bicara lotek tempo doeloe, sebut saja Lotek Ma Edja di Gang Asmi. Nama Edja ini bukan sembarangan, kata Haryoto Kunto, itu diambil dari nama Radja, karena Ma Edja lahir bertepatan dengan kelahiran Ratu Juliana.

Lotek Asli berlokasi di Jln Pungkur 33. Ini terbilang lotek orang gedongan, karena pembelinya rata-rata para juragan kelas atas.

Pesaingnya adalah Lotek Raos, di Jln Cihampelas dan Lotek Kalipah Apo, di Jln Kalipah Apo.
Nama lotek yang unik adalah Lotek Encim **** (kantung alat vital pria dalam bahasa Sunda). Itu gara-gara Ma Encim tua suka latah dan menyebut kantung alat vital pria. Lokasinya di Jln Braga.

Lotek lain yang tidak kalah populer berlokasi di Jln Dulatip dan Pamoyanan Jln Pasirkliki. Lotek Bi Ipah di belakang bioskop President, Jln Braga, Lotek Emakna si Endut, Jln Belakang Faktori, dll.

4. Sate

Bagi penyuka sate di zaman kolonial hingga memasuki zaman merdeka, Kota Bandung punya banyak tempat.

Pada zaman itu ada juga penjual sate sapi keliling. Jualannya dipikul (sekarang mungkin pakai roda). Penjualnya bernama Pak Umar dan Pak Katma. Rute berdagangnya di Jln Raya Barat.

Di Jln Raya Barat (Jln Sudirman) juga ada penjual sate yang sedap. Berseberangan dengan Gang Sukamanah ada Sekretariat Partai Demokrat.

Di pelataran gedung partai itulah hanya malam minggu ada penjual sate laris. Hanya dalam beberapa jam, sate pun bisa ludes lantaran banyak pelanggannya. Sate dengan sebutan Sate Demokrat, disukai karena irisan dagingnya besar-besar.

Agak ke timur dari Jln Raya Barat, pemburu sate bisa nongkrong di Jln Dalem Kaum, di Sate Atom. Konon sate ini irisan dagingnya lebih besar dari Sate Demokrat. Dengan 10 tusuk, dijamin susah untuk berdiri lantaran kekenyangan.

Adapun sate ayam (non Madura) ada di Gang Bapa Supi, Jln Lengkong Kecil. di Tahun 1960-an, ada Sate Ayam Pak Amin terkenal menempati lokasi di Jln Cikakak, sebelah Toko Besi Tek Hok.

Urusan sate memang tak akan putus, karena sampai saat ini sate legendaris terus bermunculan.

5. Es Syanghay

Supaya tak cuma makanan gurih dan berat saja yang ditampilkan, sebagai penutup kita coba sajian minuman cuci mulut nan segar.

Rupanya di era bioskop dengan film hitam putih tersebut,  di sebelah timur Bioskop Dian ada kafe dengan nama Paradijs. Hidangannya berupa es campur dengan 10 ramuan.

Es yang digemari yakni Syanghay Dream. Mangkok dengan segunung es disiram kental manis, lalu disihram lagi sirop warna roos.

Ini dia, di dalamnya terkubur irisan nanas, agar-agar, kolang kaling merah, serutan panjang kelapa muda, kacang tanah, sekoteng dan....., masih ada lagi, buah leci, cendol hun-kwee hijau, alpukat, dan sirsak.

Segarnya...., sudah pasti. Rasa lemak sate yang masih teringgal di mulut pun bisa sirna oleh es campur Syanghay Dream...***

 

 

Editor: Asep S. Bakrie

Sumber: Semerbak Bunga di Bandung Raya

Tags

Terkini

Terpopuler