PR CIREBON - Pada Selasa, 19 Oktober 2021, saham Asia dikabarkan tengah menguat oleh reli Wall Street.
Hal ini, terjadi karena didorong oleh teknologi, hingga rebound tinggi di pasar China.
Diketahui, meningkatnya saham Asia, yakni sehari setelah data yang lemah yang membuat tingkat kekhawatiran investor semakin tinggi, tentang ekonomi terbesar kedua di dunia.
Baca Juga: Prediksi Barcelona vs Dinamo Kyiv 20 Oktober, Barcelona Tidak Boleh Kalah Lantaran...
Namun, kini Dolar sedang berada di dalam tekanan, karena pabrik Amerika Serikat (AS), yang lemah dalam meredam kenaikan suku bunga dalam jangka pendek.
Adapun indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang (MIAPJOOOOPUS), terjadi kenaikan 0,76 persen, ini terjadi sekitar 5 persen, setelah berada pada level terendah 12 pada 5 Oktober.
Namun sebagian besar hal itu terjadi karena telah sejalan dengan reli Wall Street pada saham yang ada di dunia (MIWDOOOOOPUS), menyusul pembukaan yang sangat kuat pada musim pendapatan AS.
Selain itu, dapat diketahui bahwa Asia terlihat masih jauh dari levelnya pada Akhir juli,
Pasalnya, serangkaian perubahan peraturan di China hingga mengguncang pasar, Nikkei Jepang (.N225) naik hingga 0,56 persen.
Edison sebagai Analis Pasar Senior yang berada di Saxo Markets, telah mengatakan bahwa seluruh pasar Asia pada umumnya telah mengikuti 'rill Wall Streeet'.
Baca Juga: 35 Link Twibbon Maulid Nabi 2021 dengan Desain Paling Baru dan Menarik
Namun, kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi China, yang telah menggangu pada kinerja pasar Asia tersebut.
"Pasar Asia secara umum mengikuti Wall Street dan melanjutkan rebound, kecuali kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi China yang mengganggu kinerja pasar itu," kata Edison.
Sehingga Treasury AS tengah mengambil nafas pada Asia, imbal hasil lima tahun yang mengalami kenaikan pada level tertinggi sejak awal 2020.
Oleh karena itu, para pedagang memposisikan diri guna menaikan suku bunga bank sentral yang telah diharapkan.
Karenanya harga minyak turun dari harga tertinggi pada setiap tahunnya, karena data pabrik mengurangi ekspetasi permintaan.
Akan tetapi, untuk harga tertinggi, tentunya masih menjadi perhatian bagi negara-negara pengimpor.***