JIAD Minta Kemenag Buat Roadmap Penghapusan Kekerasan Seksual di Pesantren

- 8 Juli 2022, 16:26 WIB
Sejumlah polisi tengah melakukan persiapan penanhkapan tersangka pelecehan seksual santriwati di Ponpos Siddiqiyah Jombag, Jawa Timur.
Sejumlah polisi tengah melakukan persiapan penanhkapan tersangka pelecehan seksual santriwati di Ponpos Siddiqiyah Jombag, Jawa Timur. /Zona Surabaya Raya/Antara/

 

 
SABACIREBON-Cukup banyak institusi islam yang bercorak pesantren terlibat dalam aksi kekerasan seksual.
 
Akibatnya banyak kalangan anak dan perempuan yang jadi korban.
 
Makanya tindakan Kementrian Agama yang mencabut izin Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyah (PMBS) dinilai sebagai tindakan tepat dalam mengatasi dan memberantas berbagai kemungkinan  tindakan dan pelecehan seksual terhadap santriwatinya.
 
 
Hal itu ditegaskan Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD) Jawa Timur.
 
Belajar dari keadaan yang terjadi diberbagai pesantren, yang "tidak ramah kepada anak dan perempuan", JIAD meminta Menag membuat roadmap terkait penghapusan kekerasan seksual di lingkungan pesantren.
 
Koordinator JIAD Jatim Aan Anshori saat dikonfirmasi, Jumat, seperti dilaporkan Antara  sebelumnya mengapresiasi langkah Kementerian Agama yang mencabut izin Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah (PMBS) Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang sebagai konsekuensi atas tidak kooperatifnya pesantren ini menyelesaikan kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan MSAT terhadap beberapa santriwatinya.
 
 
Pencabutan ini, kata dia, idealnya juga diterapkan pada institusi pendidikan (agama) yang terlibat dalam kasus kekerasan seksual. Dengan roadmap itu, Kementerian Agama mewajibkan sekolah agar memiliki standar operasional prosedur (SOP) agar menerapkan pendidikan ramah anak dan perempuan. "Kami meminta Kemenag betul-betul serius membuat roadmap tersebut," tegasnya.
 
 
Fasilitasi

Sementara itu menyingung tentang kelanjutan pencabutan izin Pesantren Bahrain Shiddiqiyah Jombang, pihaknya juga berharap Kementerian Agama memfasilitasi para santri di Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah tersebut agar dapat melanjutkan proses pembelajaran di pesantren lain.

"Kemenag juga memiliki kewajiban mendampingi PMBS agar pesantren ini bisa aktif kembali dengan corak yang lebih ramah anak dan perempuan," kata dia.
 
Baca Juga: Penembakan Mantan PM Jepang Tindakan Tidak Bisa Dimaafkan

Polda Jatim juga telah mengamankan MSAT (42), tersangka pelaku asusila pada santri di pesan Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah (PMBS) Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, yang dipimpin ayahnya.

Ia menyerahkan diri pada Kamis (7/7) setelah sebelumnya tim dari Polda Jatim melakukan penjemputan paksa pada yang bersangkutan.

Kapolda menjelaskan berkas tersangka MSAT dalam kasus pencabulan santriwati telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi Jatim pada Januari 2022.
 
Baca Juga: Wakil Ketua DPRD Jatim: Ortu tak Perlu Khawatir Mondokkan Anak-Anaknya di Pesantren

Irjen Nico mengatakan setelah berkas dinyatakan lengkap atau P21, pihaknya mempunyai kewajiban menyerahkan tersangka MSAT dan barang bukti kepada kejaksaan.

"Prosesnya dilakukan mengedepankan preemtif agar MSAT dapat menyerahkan diri untuk ditahap-duakan (penyerahan tahap dua)," katanya.

Kasus yang diduga melibatkan MSAT itu terjadi pada 2017 dengan tersangka melakukan perbuatan asusila atau pencabulan pada lima santri putri di kawasan pesantren di Desa Purisemanding, Kecamatan Plandaan, Kabupaten Jombang.
 
Baca Juga: Mantan PM Jepang Shinzo Abe Ditembak.

MSAT sudah ditetapkan sebagai tersangka asusila pada santriwati sejak tahun 2020, namun yang bersangkutan terus mangkir dari panggilan pemeriksaan di Polda Jatim.

Ia menjadi tersangka kasus asusila terhadap sejumlah santriwati di pesantren yang dipimpin ayahnya tersebut.

MSAT bertugas sebagai pengurus pesantren yang dipimpin ayahnya itu. Ia juga sebagai guru di Pesantren Shiddiqiyah Ploso, Kabupaten Jombang, tersebut.*** 

Editor: Aria Zetra

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x