Oleh: Amung Ma'mun *)
ALHAMDULILLAH, kita berkesempatan diskusi hangat seputar sepakbola seiring dengan rencana akan digelarnya Kongres PSSI, bahkan dari jajaran APKORI (Asosiasi Profesor Keolahragaan Republik Indonesia) ada yang sudah berkontribusi pemikiran melalui seminar, lokakarya, dan/atau FGD, baik secara luring maupun daring. Mudah2an memberikan sumbangsih yang bermakna.
Demikian pula kita berharap Kongres PSSI tidak kontroversial, dalam arti kata berjalan sesuai dengan yang direncanakan, penuh potensi pembaharuan cara berpikir dan bertindak untuk kepentingan pembinaan dan pengembangan olahraga sepakbola yang diharapkan memiliki kontribusi besar dalam membangun masyarakat dalam arti luas selain perolehan prestasinya.
Sekilas cerita, Case Stadion Kanjuruhan yang telah menjadi sebuah polemik dan catatan kelam historis sepakbola Indonesia yang sangat menyayat hati. Mengapa sangat menyayat hati karena ada tindakan yang jauh dari semestinya dalam mengatasi problem seketika waktu itu.
Baca Juga: Line Dance Lagi Menjamur Dikalangan Lansia, Sangat Berguna untuk Kesehatan
Hal ini sangat bertolak belakang dengan pentingnya suatu kompetisi yang berintegritas dalam sebuah kebijaian sistem pembinaan dan pengembangan olahraga termasuk sepakbola.
Jika mengulas sedikit artikel Zimmermann & Klein (2018) bahwa sistem pembinaan dan pengembangan olahraga individual di Jerman sudah dikembangkan dengan model leage system, dimana catatan artikel tersebut menjelaskan bahwa model leage system berkontribusi lebih signifikan dibandingkan dengan ceritera masa silam yang tidak ada leage system.
Adalah ironis cabang olahraga beregu (seperti sepakbola) yang berkarakter dapat ditonton orang banyak (berimplikasi/bernilai ekonomi atau dalam istilah populernya berpotensi dikembangkan sebagai sport industry), malah terselenggara sering terjadi tragedi, salah satunya termasuk Case Stadion Kanjuruhan.
Baca Juga: Shayne Pattynama Resmi WNI, Siap Perkuat Timnas Indonesia