PR CIREBON – Menanggapi sejumlah klaim terkait Rancangan Undang-Undang Minuman Alkohol (RUU Minol) Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti membuka suara.
Terkait klaim upaya islamisasi, Muti mengatakan undang-undang yang mengatur tentang minuman beralkohol bukan terkait dengan Islamisasi karena di negara Barat juga ketat dalam peraturan terkait miras.
"Undang-undang minuman beralkohol bukan merupakan usaha Islamisasi. Banyak negara Barat yang mengatur sangat ketat konsumsi dan distribusi minuman beralkohol," kata Mu'ti, seperti dikutip PikiranRakyat-Cirebon dari Antara pada Senin, 16 November 2020.
Baca Juga: Bicara Timbulkan Kerumunan Acara HRS, Doni Munardo: Kelak Dimintai Pertanggungjawaban dari Allah SWT
Muti mengatakan undang-undang minuman beralkohol sangat penting dan mendesak.
Menurutnya, mengkonsumsi alkohol merupakan salah satu masalah yang berdampak buruk terhadap kesehatan, kejahatan, moralitas dan keamanan.
Menurut Sekum Muhammadiyah, banyak tindak kejahatan, kecelakaan lalu lintas yang fatal dan berbagai penyakit bermula dari konsumsi alkohol yang berlebihan.
Baca Juga: Pemerintah Sesalkan Pelanggaran Protokol Kesehatan, Satgas Covid-19 Desak Anies Baswedan Lebih Tegas
Oleh karena itu, regulasi mengenai minuman beralkohol, kata Muti, minimal harus mengatur empat hal di antaranya ketentuan kadar alkohol maksimal dalam minuman yang diperbolehkan.
Selanjutnya, kriteria batas usia minimal yang boleh mengkonsumsi miras, tempat konsumsi yang legal serta tata niaga/distribusi yang terbatas.
Muti mendesak agar regulasi minuman beralkohol harus masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas. ***