Diam-diam UU Cipta Kerja Dicabut dari Permohonan Uji Materi di Mahkamah Konstitusi, Kenapa ?

- 13 November 2020, 07:42 WIB
Ilustrasi Omnibus Law
Ilustrasi Omnibus Law /Klikseleb/
PR CIREBON - Ditengah maraknya beberapa kasus yang saat ini sedang menghangat dan menjadi sorotan, publik seolah dibuat lupa oleh perkara UU Cipta Kerja yang kontroversial. 
 
Diam diam, gugatan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah dicabut dalam uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
 
Gugatan UU Ciptaker dicabut oleh pemohon uji materi yakni Zakarias Horota, Agustinus R. Kambuaya, dan Elias Patege. Dalam persidangan pemohon tidak merinci alasan gugatan tersebut dicabut.
 
Hakim MK Arief Hidayat dalam persidangan langsung mengkonfirmasi gugatan yang telah terdaftar dalam perkara nomor 95/PUU-XVIII/2020.
 
 
Arief menanyakan pihak kuasa hukum pemohon, Dimas, tentang surat pencabutan yang telah disampaikan 9 November lalu.
 
"Dalam surat ini Saudara menyatakan prinsipal memberi kuasa untuk mencabut permohonan 95 ini, betul?" tanya hakim sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari RRI pada Kamis, 12 November 2020.
 
Dimas melalui konferensi video dalam persidangan membenarkan hal tersebut. Namun ia tak menjelaskan alasan pencabutan.
 
 
Pencabutan permohonan tersebut sudah dilakukan sebelum siding pendahuluan, sehingga para pemohon tidak dapat mengikuti jalannya persidangan.
 
"Jadi belum sidang pendahuluan sudah dicabut ya. Secara sah baik melalui surat atau depan sidang telah dinyatakan untuk dicabut. Kalau gitu Saudara pemohon bisa meninggalkan sidang ini," ucap hakim.
 
Sementara itu, masih ada beberapa pemohon lain yang tetap melanjutkan permohonannya. Lalu Hakim melanjutkan persidangan pemohon gugatan UU Ciptaker lainnya yang oleh Hakiimi Irawan, Novita Widyana, Elin Dian, Alin Septiana, dan Ali Sujito.
 
 
Dalam penjelasannya para pemohon seperti Hakiimi menjelaskan susahnya mencari pekerjaan. 
 
Hal senada juga diutarakan oleh Novita pelajar SMK merasa dirugikan dengan Pasal 81 UU Cipta Kerja yang mengatur terkait Perjanjian Waktu Tertentu (PKWP) atau pekerja kontrak.
 
"Hal ini menghapus kesempatan warga negara untuk mendapatkan perjanjian kerja dengan waktu tidak tertentu atau pekerja tetap," kata kuasa hukum pemohon, Firda Reza Athariq melalui konferensi video.
 
Sementara itu, pemohon lainnya Elin, Alin dan Ali merupakan peserta didik. Mereka merasa dirugikan dengan ketentuan mengenai institusi pendidikan di Kawasan Ekonomi Khusus dalam Pasal 150 UU Cipta Kerja.
 
 
Pasal itu dikhawatirkan dapat mengkapitalisasi pendidikan karena dilibatkan dalam kegiatan industri dan ekonomi. 
 
Langkah ini juga dinilai dapat mengabaikan hak pemohon yang dilindungi Pasal 28D Ayat 1, Pasal 28C Ayat 1 dan Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945.
 
"Tiga pemohon telah dilanggar hak konstitusionalnya untuk mendapat kepastian hukum yang adil untuk mengembangkan diri serta berhak mendapatkan pendidikan dari ilmu pengetahuan dan teknologi," jelasnya.
 
 
Tim kuasa hukum juga menyinggung perubahan halaman naskah UU Cipta Kerja yang dinilai melanggar Pasal 20 Ayat 4 dan Pasal 72 Ayat 2 UU Nomor 15 Tahun 2019.
 
Dalam aturan tersebut seharusnya draf hanya boleh diubah untuk perkara teknis, seperti salah tulis atau aturan halaman, setelah disahkan di sidang paripurna.
 
Namun menurutnya, draf terbaru yang berjumlah lebih dari 1.000 halaman memiliki sejumlah perubahan kata atau frasa dalam pasal atau ayat yang mengubah makna aturan tersebut.Atas pertimbangan tersebut, pemohon meminta MK membatalkan UU Cipta Kerja.***
 

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x