Dinilai Stagnan, Komnas HAM Dorong Pemerintah Selesaikan Pelanggaran HAM Berat

- 21 Oktober 2020, 21:58 WIB
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara /ANTARA/Nur Imansyah
PR CIREBON - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendorong pemerintah untuk segera selesaikan pelanggaran HAM berat.
 
Penyelesaian pelanggaran HAM berat merupakan hal yang sangat penting, apabila terduga pelaku semakin berumur, nantinya keadilan bagi korban dan keluarga dikhawatirkan semakin pudar.
 
Hal tersebut disampaikan oleh Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam konferensi pers daring 'Tantangan Pemajuan dan Penegakan HAM Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf' pada Rabu, 21 Oktober 2020.
 
"Saya kira kami semua tidak ingin pemerintahan Jokowi tidak meninggalkan legasi apapun soal penyelesaian pelanggaran HAM berat. Masih ada cukup waktu empat tahun untuk segera menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran berat," ujar Ulung.
 
 
Ia menambahkan bahwa penyelesaian kasus HAM berat di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin selama setahun terakhir dinilai stagnan.
 
Dalam kesempatan itu, Komisioner Mediasi Komnas HAM Hairansyah menambahkan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat penting untuk segera dilakukan untuk menunjukkan adanya proses penanganan yang baik serta tanggung jawab negara.
 
Selama ini Komnas HAM telah menyampaikan rekomendasi terhadap setiap kasus pelanggaran HAM berat, tetapi lembaga itu mempersilakan apabila pemerintah ingin mengambil langkah penyelesaian alternatif sejauh sesuai dengan prinsip HAM.
 
 
Hairansyah mengaku khawatir apabila kasus pelanggaran HAM tidak diselesaikan akan terjadi pengulangan kasus sehingga pelanggaran HAM semakin banyak terjadi.
 
"Tidak hanya soal pelanggaran HAM yang beratnya saja, tetapi tentu pelanggaran HAM yang lain. Tentu ketika ada kasus HAM yang tidak diselesaikan maka seolah-olah melanggengkan impunitas di tingkat pelaku," tutur Hairansyah.
 
Ada pun kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang hingga kini masih stagnan adalah peristiwa 1965, penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Talangsari 1989, peristiwa Trisakti-Semanggi 1998, penculikan aktivis 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, tragedi Semanggi II 1999 serta kasus Wasior dan Wamena 2001-2003.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x