Buktikan Kesalahan Anggota dan Petinggi KAMI, Polisi Buka Suara Soal Unggahan Pelaku di Medsos

- 16 Oktober 2020, 07:46 WIB
KARO Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Argo Yuwono.*
KARO Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Argo Yuwono.* /PMJ News//



PR CIREBON – Polisi akhirnya buka suara tentang alasan dan unggahan lebih rinci penangkapan petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

Dilansir Pikiranrakyat-Cirebon.com dari situs Antara, Polisi mengatakan bahwa aktivis yang menjadi tersangka pelanggaran ITE, JH, mengunggah konten kebencian dan berita bohong bernuansa SARA di media sosial yang mengakibatkan terjadinya anarkisme dan vandalisme dalam unjuk rasa menentang UU Cipta Kerja.

"JH modusnya mengunggah konten ujaran kebencian di akun Twitter milik JH," urai Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta pada Kamis, 15 Oktober 2020.

Baca Juga: Kabar Duka, Valentino Rossi Nyatakan Dirinya Positif Covid-19

Dalam akun Twitter-nya, @jumhurhidayat, Argo menuturkan bahwa JH tidak hanya memposting kalimat kebencian, tetapi juga berita bohong.

"UU memang untuk primitif, investor dari RRC dan pengusaha rakus," tulis JH dalam akun Twitter-nya.

Pihak kepolisian juga merinci peranan empat tersangka lainnya yakni DW, AP, SN dan KA. Kelimanya adalah para aktivis yang diduga menyebarkan hasutan dan berita hoaks melalui media sosial sehingga mengakibatkan aksi anarkisme dan vandalisme saat unjuk rasa menentang UU Cipta Kerja sehingga membuat aparat keamanan luka dan rusaknya fasilitas umum, fasilitas Polri dan fasilitas pemerintah.

Baca Juga: Antisipasi Demo UU Cipta Kerja Lanjutan, Sejumlah Akses Menuju Istana Merdeka Ditutup

Tersangka DW melalui akun Twitter @podo_ra_dong dan @podoradong memposting sebuah tulisan.

"Bohong kalau urusan Omnibus Law bukan urusan Istana tapi sebuah kesepakatan dan sebagainya,” tulis DW.

Sedangkan tersangka AP memposting konten di akun Facebook dan Youtube miliknya sebuah video hoaks berjudul ‘TNI ku sayang TNI ku malang’. Selain itu, beberapa tulisan yang diunggah AP di media sosialnya di antaranya ‘Multifungsi Polri yang melebihi peran dwifungsi ABRI yang dulu kita caci maki yang NKRI kebanyakan menjadi Negara Kepolisian Republik Indonesia’.

Baca Juga: Digitalisasi Publik Bisa Cegah Korupsi, Sofyan Djalil: Pencegahan Lebih Baik daripada Mengobati

Ia juga menulis tulisan dengan isi ‘Disahkan UU Ciptaker bukti negara ini telah dijajah’, ‘Negara sudah tak kuasa lindungi rakyatnya’ dan ‘Negara dikuasai oleh cukong, VOC gaya baru’.

Sementara tersangka SN menulis di akun Twitter-nya, @syahganda.

"Tolak Omnibus Law,” tulis SN.

"Mendukung demonstrasi buruh, turut mendoakan berlangsungnya demo buruh,” cuit SN dalam akun Twitter-nya.

Baca Juga: UU Cipta Kerja Berdampak Positif, Salah Satunya Bahas Produksi Pertanian Dalam Negeri

Adapun tersangka KA melalui akun Facebook-nya mengunggah 13 butir pasal-pasal dari UU Cipta Kerja yang seluruh isinya bertentangan dengan UU Cipta Kerja yang asli.

"KA ini menyiarkan berita bohong di Facebook dengan motif mendukung penolakan UU Cipta Kerja," kata Argo.

Kelima tersangka dikenakan Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45A ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang ITE, Pasal 14 ayat 1 dan 2, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman hukuman enam tahun hingga 10 tahun penjara. Kelimanya kini mendekam di Rutan Bareskrim.***

Editor: Egi Septiadi

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x