PR CIREBON - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai, pelimpahan kasus jaksa Pinangki Sirna Malasari ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan sulit.
Hal tersebut terjadi sebagai dampak dari revisi Undang-Undang KPK yang menegaskan bahwa kinerja lembaga anti rasuah itu hanya bisa mengedepankan pola koordinasi.
"Ini bukti kelemahan UU Nomor 19/2019 tentang KPK," kata Fickar, Sabtu, 29 Agustus 2020 dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari RRI.
Baca Juga: PM Jepang Shinzo Abe Mengundurkan Diri, Jokowi: Terimakasih Atas Persahabatan, Semoga Selalu Sehat
Fickar menjelaskan, dalam UU KPK yang lama sebelum dilakukan revisi, supervisor KPK bisa langsung mengambil alih penanganan korupsi di kejaksaan dan kepolisian.
Pengambilalihan kasus dapat dilakukan jika ada kelambatan, potensi konflik kepentingan, atau jika ada potensi korupsi dalam penanganan kasus tersebut.
"Dengan komisioner KPK Nawawi Pomolango meminta kepada kejaksaan agar kasus Pinangki diserahkan kepada KPK, ini satu indikasi bahwa dalam penanganan kasus tersebut telah terjadi dan tidak memenuhi syarat untuk diambil alih oleh KPK," pungkasnya.
Baca Juga: Dibanjiri Protes dan Berlangsung Ricuh, Aksi Banting Kursi Mewarnai Musda Golkar di Labuhanbatu
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) sebaiknya menyerahkan kasus suap Pinangki kepada KPK.