Bicarakan AS Boikot Tiongkok, Bamsoet: Bonus Demografi Tak Boleh Jadi Penonton, Indonesia Harus Sia

- 13 Agustus 2020, 15:15 WIB
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Bambang Soesatyo: Bamsoet dan AHY telah melakukan pertemuan pada Kamis 6 Agustus 2020 untuk ajak partai Demokrat gotong royong selesaikan persoalan Indonesia. Antara
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Bambang Soesatyo: Bamsoet dan AHY telah melakukan pertemuan pada Kamis 6 Agustus 2020 untuk ajak partai Demokrat gotong royong selesaikan persoalan Indonesia. Antara /

PR CIREBON - Belum lama ini, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) membicarakan aksi Amerika Serikat (AS) yang memboikot sejumlah produk Tiongkok, sehingga ia menyebut semangat kolaborasi dan elaborasi yang menjadi jargon dunia bukan berarti menegasikan semangat kompetisi.

Untuk itu, kalangan muda Indonesia harus bersiap harus bersiap diri menghadapi kompetisi global yang makin ketat, sekaligus harus siap dengan berbagai pihak, termasuk dengan pihak yang tak disukai.

Lebih lanjut, Bamsoet menilai persaingan ketat teknologi informasi telah membuat Presiden Amerika Serikat Donald Trump tegas melarang platform aplikasi milik Tiongkok, Tik Tok dan We Chat, beroperasi di negerinya.

Baca Juga: Jerinx SID Jadi Tersangka dalam Waktu Cepat dan Tuai Pertanyaan, Pengacara: Kok Rasanya Tidak Bijak

"Trump menggunakan alasan keamanan nasional sebagai dalih pelarangan. Padahal, sebagaimana ramai diberitakan, pelarangan tersebut agar Whatsapp dan juga Facebook yang notabene perusahaan milik Amerika Serikat tak kalah saing," ujar Bamsoet saat mengisi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI secara virtual pada Selasa, 11 Agustus 2020.

Adapun Bamsoet menilai pelarangan TikTok di AS bukan tanpa sebab karena data Statista per 30 Juni 2020 menyebutkan pengguna TikTok di AS sudah mencapai 45,6 juta pengguna.

Bahkan, Trump juga tegas meminta pihak TikTok dan We Chat bisa menjual aplikasinya agar beroperasi di AS. Artinya, hal itu menandakan bahwa kompetisi dan kolaborasi itu nyata, seperti dua sisi dalam keping mata uang logam.

Baca Juga: Tol Padaleunyi Terendam Banjir hingga Macet Parah, Proyek Kereta Cepat Diduga Menjadi Penyebab

"Jauh sebelumnya, sejak 2009, pemerintah Tiongkok juga sudah terlebih dahulu melarang berbagai platform aplikasi asal Amerika Serikat, seperti Facebook, Google, Twitter, hingga Instagram. Dikenal dengan Great Firewall, tak ubahnya seperti Great Wall (Tembok Besar Tiongkok) dalam menghalau berbagai musuhnya di masa lalu. Jika dari platform aplikasi saja, Amerika dan Tiongkok sudah bersaing secara ketat, apalagi bidang militer dan ekonomi," papar Bamsoet, seperti dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Warta Ekonomi.

Namun demikian, persaingan dua negara super power itu tentang platform aplikasinya, ternyata hanya menjadi tontonan belaka bagi penduduk Indonesia.

Sungguh ironis dengan bonus demografi yang luar biasa dari total pemuda rentang usia 16-30 tahun yang diperkirakan mencapai lebih dari 64 juta jiwa, maka seharusnya menjadi modal sosial yang kuat bagi Indonesia untuk mengambil peran dalam percaturan ekonomi dan politik dunia.

Halaman:

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Warta Ekonomi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x