KPK Indonesia VS KPKnya Malaysia

- 12 Maret 2023, 00:02 WIB
Ilustrasi kasus tindak pidana korupsi /portalpapua.pikiran-rakyat.com
Ilustrasi kasus tindak pidana korupsi /portalpapua.pikiran-rakyat.com /

DUA menteri sepanggung. Bukan duet bernyanyi. Kebetulan berlangsung Sabtu, akhir pekan. Sepanggung konferensi pers. Menko Polhukam, Mahfud MD dan Menkeu, Sri Mulyani.

Berlangsung 11 Maret 2023, mengingatkan Supersemar 1966. Surat Perintah 11 Maret dari Soekarno ke Soeharto. Kebetulan saja. Tak ada hubungannya terhadap sejarah pascaG30S/PKI itu.

Konpres dua menteri menyorot soal aliran dana mencurigakan di lingkungan kemenkeu dan Ditjen Pajak. Tentu, lantaran nilainya dahsyat. Sekira Rp 300 Triliun. Angka nolnya saja berjajaran selusin. Mirip barisan roda truk trailer dengan daya angkut 20 hingga 60 ton.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendeteksi aliran dana tadi. Mengarah ke seputar lembaga keuangan negara yang dipimpin Sri Mulyani. Sang menteri mendadak meriang. Mengaku tak tahu pangkal soalnya. Lantas menggandeng menko polhukam.

Baca Juga: Musisi Gaek Mampu Gebrak Ribuan Penggemar di Solo, Deep Purple Masih 'Garang'

Gonjang-ganjing aroma tak sedap. Mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi. Tapi tak jelas siapa saja pelakunya? Konon, pihak PPATK sudah melaporkan soal deteksi tadi ke KPK. Soal tindakan (konkrit), juga baru "akan dan akan". Dalam konpers dua menteri, lebih awal diindikasikan TPPU (tindak pidana pencucian uang).

Ramai atau hebohnya, baru sebatas itu. Tak setara heboh berita dari Kualalumpur, Malaysia. Dalam waktu hampir bersamaan peristiwa Jakarta, Indonesia. Mantan perdana menteri, Muhyiddin Yassin (75) ditangkap KPK-nya negeri jiran itu. Apalagi, kalau bukan karena kekuasaan. Spesifik tindak pidana korupsi.

Penulis tak sedang berandai-andai, adanya kesamaan peristiwa. Penangkapan terduga koruptor! Toh, kita juga punya KPK. Sejatinya tak kalah reputasi. KPK di Malaysia telah mengabarkan reputasinya dalam penegakkan hukum. Tak pandang bulu. Setingkat pemimpin pemerintahan pun disikat. Tak kenal permisif atasnama (pernah) jabatan tinggi. Tak ada kata "ewuh pakewuh".

Halaman:

Editor: Otang Fharyana

Sumber: Tulisan Opini


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x