PR CIREBON – Terpilihnya Moeldoko menjadi Ketua Umum Partai Demokrat dari hasil Kongres Luar Biasa (KLB) pada Jumat lalu mendapat berbagai tanggapan pro dan kontra.
Akademisi dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) Mikhael Raja Muda Bataona mengatakan Moeldoko seharusnya menolak tawaran atas hasil KLB tersebut.
Moeldoko, katanya, cukup membiarkan opsi win win solution di antara para kader yang dipecat dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Baca Juga: Tiba di Irak, Paus Fransiskus Memulai Perjalanan Bersejarah
Baca Juga: Diserang Berbagai Tekanan, WHO Batalkan Rilis Laporan Penyelidikan Asal Usul Pandemi Covid-19
Baca Juga: Tiongkok Wajibkan Swab Covid-19 Lewat Anus Bagi Pendatang, Jepang hingga AS Beri Kecaman
Dengan begitu, Moeldoko bisa jadi simbol pemersatu bagi sebagian kader Partai Demokrat yang tidak setuju diadakannya KLB.
"Dari sana, mungkin Moeldoko akan dipandang sebagai simbol pemersatu yang di kemudian hari bisa saja masuk dalam jajaran tokoh di internal Demokrat kemudian menjadi Ketua Umum dengan cara yang fair dan demokratis," kata Mikhael pada Sabtu 6 Maret 2021, dikutip PikrianRakyat-Cirebon.com dari Antara.
Menurut dia, langkah Moeldoko dalam menerima jabatan Ketua Umum Partai Demokrat itu menjadi sebuah blunder politik,