PR CIREBON - Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.
Perpres yang dikeluarkan Presiden Jokowi itu berisi pencegahan dan penanggulangan ekstremisme.
Namin, sejumlah tokoh politik, salah satunya anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS H. Sukamta mempertanyakan maksud dan tujuan Presiden Jokowi menandatangani Perpres tersebut.
Baca Juga: Viral Video Istri Pergoki Suami Selingkuh, Sang Wanita Nekat Hadang Mobil Saat Berjalan hingga Terseret 20 M
Sukamta mengatakan bahwa perpres pencegahan dan penanggulangan ekstremisme ini dapat berpoteni menjadi masalah dikemudian hari.
"Kalau terkait pemberantasan tentang tindak pidana terorisme sudah menjadi amanat undang-undang, jadi harus dilakukan sebaik-baiknya dan setegak-tegaknya," paparnya, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari akun Facebook Fraksi PKS DPR RI pada 25 Januari 2021.
"Namun perpres ini (perpres pencegahan dan pennaggulangan ekstremisme) punya beberapa potensi masalah," lanjutnya.
Baca Juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia Hari Ini 25 Januari 2021, Kasus Positif Virus Corona Hampir Capai Angka Satu Juta
Pertama, Sukamta menjelaskan bahwa definisi tentang ekstremisme ini belum pernah disepakati dalam perundang-undangan.
"Ekstremisme ini belum ada definisi yang disepakati di dalam kompositif kita, siapa yang berhak menafsirkan ekstremisme ini, walaupun disitu dikatakan yang mengarah kepada kekerasan," jelasnya.
Namun seperti yang diketahui, menurut Sukamta disetiap golongan atau kelompok masyarakat, tentunya ada orang yang ekstrem.
Baca Juga: Pemprov DKI Jakarta Kembali Perpanjang PSBB hingga 8 Februari 2021, Simak Beberapa Kebijakan yang Berlaku
"Kita tahu bahwa setiap komunitas, setiap kelompok masyarakat secara statistik itu selalu ada orang yang ekstrem lunak, ada yang ekstrem keras dan mayoritas itu moderat," ujarnya.
"Apakah seluruh orang yang ekstrem itu akan dihabisi atau dilaporkan?" imbuh Sukamta.
Sukamta menyampaikan bahwa perlu merumuskan standar tentang ekstremisme ini, agar Perpres pencegahan dan penanggulangan ekstremisme tidak menjadi alat kekuasaan.
Baca Juga: Hilangnya Hutan Primer Sebabkan Longsor dan Banjir, Greenpeace Sebut Indonesia Kini Investasi pada Bencana
"Kalau mungkin pemerintah sekarang punya niat baik, tetapikan pemerintah ini ada batasnya, akan datang pemerintah baru dan kita tidak tahu ini akan digunakan sampe sejauh mana," katanya.
Kedua, menurut Sukamta Perpres ini telah melibatkan masyarakat, di mana masyarakat didorong saling melaporkan.
"Alasannya kita ingin membudayakan gotong royong. Kalau gotong royong, itu biasanya perbedaan-perbedaan pendapat diselesaikan dengan musyawarah guyub rukun, bukan justru malah melaporkan kepada polisi," terangnya.