PR CIREBON - Semenanjung Korea pernah berdamai dengan deklarasi Panmunjom di tahun 2018 lalu, sebelum akhirnya Korea Utara memicu kembali ketegangan dengan negara sedarahnya itu.
Bila merunut kejadian pekan lalu, negara yang dipimpin oleh Kim Jong-un itu mulai menghadirkan konflik dengan menuduh Korea Selatan sengaja membiarkan para pembelot membagikan selebaran di perbatasan Kaesong.
Kemudian, mulai secara perlahan mengeluarkan ancaman untuk membangun benteng di Kaesong, sekaligus terbukti dengan aksi Korea Utara yang meledakkan kantor penghubung bersama di Kaesong dan menyatakan sebagai akhir dialog dengan Korea Selatan.
Baca Juga: Tuduh RUU HIP Memuat Paham Komunis, Habib Rizieq Center Desak Pemerintah Gugat Partai Pengusung
Namun rupanya, bila ditilik lebih mendalam, banyak pengamat justru menilai aksi tersebut tidak untuk bertengkar dengan Korea Selatan.
Aksi itu tampaknya bertujuan untuk merebut kembali perhatian pemerintah Amerika Serikat yang belakangan ini tengah terganggu oleh deretan masalah dalam negeri.
Apalagi dalam tiga pertemuan bersejarah antara AS dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un, selalu berakhir gagal menghasilkan kesepakatan denuklirisasi.
Baca Juga: Kedaulatan Negara Makin Terancam, Taiwan Memohon Internasional Bantu Tekan dan Tindak Tiongkok
Alih-alih meneken sepakat, perhatian Presiden AS Donald Trump justru mengarah ke tempat lain, seperti epidemi virus corona, protes anti-rasisme dan pemilihan presiden November.
Inilah awal mula Kim merasa jatuh karena tanpa kesepakatan itu sama dengan ia harus menghadapi konsekuensi nyata untuk negaranya.