PR CIREBON - John Bolton tak pernah ingin berdamai dengan Gedung Putih usai digulingkan dari jabatannya sebagai Penasihat Keamanan Nasional pada 2019 lalu.
Padahal, Bolton diketahui bekerja sebagai penasihat keamanan nasional sejak April 2018 hingga September 2019. Bahkan selama kerjanya, Bolton sering dijadikan 'pembantu' Trump yang berperan sebagai 'polisi jahat' di bidang kebijakan luar negeri seperti Iran.
Meskipun faktanya dia dan Bolton memiliki ketidaksepakatan kebijakan yang tajam, termasuk pada Perang Irak. Sehingga sepanjang masa jabatannya, akun-akun media menyampaikan perselisihan antara Bolton dan Trump.
Baca Juga: Jadi Keuntungan Indonesia di Tengah Pandemi, Pakar Lokal Sebut Sinar UV Ampuh Bunuh Virus Corona
Pada akhirnya, saat itu Bolton digulingkan karena pandangannya bertentangan dengan kecenderungan kebijakan luar negeri Trump, termasuk ketidaksepakatan mengenai pembicaraan dengan Taliban di Camp David.
Namun baru-baru ini, Bolton bersumpah untuk merilis buku anti-Presiden Trump. Meskipun, nantinya akan ada perselisihan dengan Gedung Putih terkait isinya mengenai informasi rahasia.
"Ini adalah buku yang tidak ingin dibaca oleh Donald Trump," ungkap Bolton Simon & Schuster yang merupakan pihak penerbit buku kontroversi itu.
Baca Juga: Hoaks atau Fakta: Benarkah NU Promosikan Perempuan Transgender Jadi Ustazah untuk Bela PKI?
Melansir dari New York Post, buku berjudul 'The Room Where It Happened: Memoar White House' itu sempat mengalami kemacetan rilis karena adanya pertengkaran terkait isi buku yang dianggap mengungkap sebuah informasi rahasia gedung putih.
Lebih detail, pernyataan Bolton yang menantang Amandemen Pertama memungkinkan Bolton untuk bergerak maju dengan berani merilis buku yang dapat memancing kemarahan Trump.