Penderita Jantung Koroner Dapat Disembuhkan Dengan Memaksimal Kontrol Faktor Resiko

- 20 September 2022, 20:22 WIB
Penderita jantung koroner bisa disembuhkan dengan kontrol faktor resiko yang kerat.
Penderita jantung koroner bisa disembuhkan dengan kontrol faktor resiko yang kerat. /

 

SABACIREBON-Penderita jantung koroner tidak perlu berputus asa dalam mengatasi penyakitnya.
 
Walaupun dikenal sebagai penyakit yang mematikan, penderita jantung koroner memiliki banyak harapan untuk bisa disembuhkan.
 
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Dr. dr. Iwan Dakota, Sp.JP(K), MARS mengatakan penyakit jantung koroner dapat dicegah dengan cara mengontrol faktor-faktor risiko pada individu.

Iwan menjelaskan, penyakit jantung koroner disebabkan karena adanya penyempitan pada pembuluh darah jantung (koroner). Penyempitan tersebut, imbuhnya, tidak terjadi begitu saja melainkan terdapat proses yang panjang yang disumbang dari faktor risiko.
 
Baca Juga: Indonesia International Series 2022 : Sebanyak 214 Pebulu Tangkis dari 11 Negara Ramaikan GOR Among Rogo

“Kalau ada penyempitan (di pembuluh darah jantung) seperti ini, berarti ada penyebab, ada faktor risiko. Faktor risiko itulah yang harus kita kontrol,” kata Direktur Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dlansir dari  ANTARA melalui sambungan telepon di Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut, ia menyebutkan faktor-faktor risiko tersebut antara lain memiliki tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, kebiasaan merokok, serta penyakit kencing manis. Sejumlah faktor risiko inilah yang dapat dikontrol.

“Bagaimana mencegahnya? Kalau dia ada darah tinggi, tekanan darahnya harus dikontrol, diturunkan. Kalau kolesterolnya tinggi, kolesterolnya diturunkan. Kalau dia ada penyakit kencing manis, gulanya harus dikontrol, baik dengan obat maupun dengan diet. Itu yang dapat kita kontrol,” katanya.
 
Baca Juga: Pep Guardiola Memberikan Haaland Rekan yang Tepat, Hingga Jadi Predator Bagi Manchester City

Namun, ada pula faktor risiko yang tidak dapat diubah, yaitu pengaruh dari keturunan atau genetik. Iwan mengatakan faktor risiko genetik memang sulit untuk dihindari. Biasanya, kata Iwan, seorang laki-laki yang memiliki orang tua penderita penyakit jantung, maka dia berisiko mengalami penyakit jantung sebesar 50 persen.

“Belum ada data yang riil yang bisa kita dapatkan terkait dengan berapa persen yang mempunyai faktor keturunan di Indonesia, belum ada data yang bisa digunakan sebagai patokan. Tetapi di luar itu, di luar faktor risiko genetik, justru yang paling penting faktor risiko lainnya itu yang dapat kita kontrol,” tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa penyakit jantung koroner termasuk penyakit yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian mendadak. Bahkan, tercatat menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia.

Menurut Iwan, kematian mendadak tersebut terjadi karena masih banyak orang yang tidak menyadari bahwa dirinya mengidap penyakit jantung koroner. Masyarakat seharusnya bisa lebih mengenali tanda-tanda dan terutama pencegahan penyakit jantung koroner.
 
Baca Juga: Pep Guardiola Poles Erling Haaland Jadi Predator Buas

Ia menganjurkan agar masyarakat melakukan skrining untuk mendeteksi tanda-tanda penyakit jantung ketika seseorang menginjak usia 40 tahun sebanyak minimal satu tahun sekali. Bahkan, imbuh Iwan, disarankan dimulai dari usia muda mengingat saat ini terdapat kecenderungan pasien-pasien muda dengan serangan jantung.

Lebih jauh, ia juga menganjurkan agar masyarakat memodifikasi gaya hidup sehat, terutama bagi yang sebelumnya cenderung memiliki gaya hidup tidak aktif atau kurang bergerak.

Selain itu, gaya hidup sehat lainnya juga termasuk menerapkan pola makan dengan gizi seimbang, tidak memakan junkfood, menghindari makanan kolesterol tinggi, menjaga berat badan ideal, serta menghindari stres. Kemudian, lakukan olahraga ringan aerobik, seperti jalan kaki santai atau tidak terlalu cepat minimal selama 30 menit secara terus-menerus (continuous).
 
Baca Juga: Dua Wartawan Disekap dan Dianiaya Oknum Pejabat Kabupaten Karawang

“Olahraga yang paling direkomendasikan adalah aktivitas olahraga ringan aerobik. Jalan kaki. Bukan lari. Kalau aktivitas aerobik akan memperbaiki, kira-kira, fungsi jantung. Tetapi, kalau dia lari atau aktivitas lain yang cepat, ya, itu justru dia bukan memperbaiki otot jantung,” katanya.***


Editor: Aria Zetra


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x