Saat ini, masa berlaku pelarangan ekspor itu sudah memasuki hari ke 15. Tapi harga minyak goreng masih tetap tinggi.
Timbul pertanyaan, apakah produsen betul-betul tidak bisa melakukan ekspor dalam 15 hari ini? Atau produsen mengurangi produksi minyaknya sesuai kebutuhan konsumsi pasar dalam negeri. Lalu kalau tidak memproduksi maksimal, bagaimana dengan persedian bahan baku yang banyak berasal dari kebun-kebun sawit industri dan kebun rakyat.
Baca Juga: Jordi Amat dan Sandy Walsh Akan Tiba di Jakarta, Ketua PSSI: Proses Naturalisasi Dikebut
Pelarangan ini memang berbuntut kepada jatuhnya haga tandan buah sawit saat ini. Tapi yang sangat terang terbaca, betapa kuatnya hegemoni kekuasaan pengusaha industri minyak goreng.
Dengan pelarangan ini, pemerintah menyadari bakal mendapatkan devisa yang berkurang atas ekspor sawit. Itu dikorbankan pemerintah demi melindungi masyarakat untuk mendapatkan harga minyak goreng yang murah. Ini drama yang faktual atas kekuatan dan kekuasaan.***