Lalamove Jawab Tantangan Pengiriman Midle Mile di Indonesia

16 September 2022, 17:28 WIB
Lalamove Jawab Tantangan Pengiriman Midle Mile di Indonesia /

SABACIREBON-Ketika berbicara terkait dengan distribusi barang, tentu kamu akan mengetahui jika pengiriman sebuah barang memiliki tiga fase.

Diantaranya first mile, middle mile dan last mile. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan ekspedisi.

Begitu juga dengan Lalamove sebagai perusahaan distribusi barang maka dikenal first mile. Yaitu sebuah kegiatan distribusi logistik pemindahan pertama, biasanya dari lokasi produksi ke gudang pusat.

Middle mile, yaitu proses pendistribusian produk dari pabrik/gudang pusat ke gudang regional atau pusat distribusi.

Sedangkan last mile merupakan proses pengiriman yang mengantarkan barang ke penerima akhir.

Berkat pesatnya perkembangan bisnis e-commerce dalam beberapa tahun terakhir, segmen last mile delivery telah menarik perhatian banyak orang di Indonesia.

Sejumlah brand ekspedisi ternama terus bersaing dalam memberikan pelayanan yang maksimal ke masyarakat.

Begitu juga Lalamove sebagai pemain baru juga menghadapi persaingan yang ketat.

Ini bukan untuk mengatakan bahwa inovasi hanya muncul pada para pemain dari mil terakhir. Di area half-mile delivery, sudah bermunculan beberapa startup yang ingin menghadirkan inovasi menarik.

Misinya adalah menyediakan proses logistik yang efisien, yang dapat menghasilkan biaya logistik yang lebih rendah bagi produsen.

Efisiensi logistik tetap rendah. Minimnya standarisasi di sektor logistik domestik menjadi masalah utama yang dihadapi segmen pengiriman middle mile yang saat ini sebagian besar mengandalkan truk.

Beberapa hal yang menjadi dilema di lapangan mulai dari jenis truk, cara pemesanan, hingga prosedur pengiriman.

Diperkirakan pada tahun 2020, transportasi darat akan berkontribusi hingga 55,2% dari aktivitas logistik di Indonesia. Ini menunjukkan betapa Indonesia bergantung pada ekosistem truk.

Salah satu penyebab minimnya standarisasi di industri ini adalah hampir semua perusahaan logistik berbasis truk di Indonesia memiliki prosedur dan proses bisnis yang berbeda. Sebagian besar proses dilakukan secara manual.

Saat ini, sekitar 80 persen armada truk di Indonesia dioperasikan oleh operator kecil yang belum tersentuh teknologi.

Banyak kegiatan perencanaan, pemantauan dan penagihan beban masih ditangani secara manual.

Proses manual ini berdampak pada hampir 50 persen armada truk yang telah kembali ke lokasi semula (backhaul) tanpa mengangkut kargo.

Padahal, idealnya truk melakukan pengangkutan pulang-pergi dengan muatan penuh atau setengah. Jika tidak membawa barang, utilitas truk akan rendah.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa digitalisasi segmen middle mile di Indonesia tidak dapat dimulai dengan mengembangkan sistem solusi load matching, melainkan dengan membuat papan digital yang dapat digunakan pelaku industri untuk mengelola berbagai informasi dan data historis.

Salah satu digitalisasi yang dilakukan adalah dengan membuat fitur cek ongkir dan lacak paket, sehingga memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengetahui harga barang yang akan dikirimkan.

Selain itu, mereka juga dapat dengan mudah mengecek paket yang mereka kirim.

Digitalisasi yang tepat dalam logistik memungkinkan perusahaan untuk mengidentifikasi area mana yang mahal, mengoptimalkan perutean dan perencanaan muatan, mengidentifikasi waktu tunggu antara gudang dan pengiriman, dan metode lainnya.

Jika prosesnya lebih ringkas, otomatisasi diterapkan, dan pengambilan keputusan berbasis data dapat dilakukan dengan hati-hati, proses logistik akan lebih efisien, yang pada gilirannya akan berdampak pada efisiensi biaya logistik.

Tantangan ada di pihak pemilik kargo di ranah pengiriman jarak menengah, yang biasanya memfasilitasi hubungan bisnis-ke-bisnis (B2B), ada dua pihak yang terlibat:

1.Pengangkut: Sekelompok pemilik barang dagangan yang ingin mengirim / mendistribusikan produk mereka.

2.Carrier - Pemilik / pengemudi armada yang digunakan untuk melakukan pengiriman.
Dari dua bagian ini, digitalisasi sisi pengirim adalah tantangan yang paling sulit.

Sebagian besar operator adalah perusahaan besar dengan sistem dan prosedur yang berlaku selama beberapa dekade.

Cakupannya juga beragam, mulai dari FMCG, konstruksi hingga migas.
Hal ini mengakibatkan setiap pengirim memiliki spesifikasi yang berbeda untuk kebutuhan pengiriman dan proses bisnisnya.

Untuk pengirim, mengubah proses logistik berarti mengubah proses bisnis dari berbagai departemen yang dimilikinya.

Tidak jarang operator memilih untuk mempertahankan proses lama daripada mengambil risiko berinovasi.

Lebih lanjut, selama ini perusahaan masih dapat berfungsi meskipun digambarkan kurang efisien. Tantangan angkutan barang Middle Mile di Indonesia.

Saat ini, armada truk menjadi basis utama armada angkutan barang middle mile dengan kontribusi sebesar 55,2 persen dari kegiatan logistik di Indonesia (2020).

Riset AC Ventura menunjukkan bahwa fase pengiriman barang middle mile Indonesia masih dinilai tidak efisien, terbukti dari nilai penggunaan truk di Indonesia yang hanya 50.000 km per tahun.

Kondisi ini tidak lepas dari tantangan pengiriman barang middle mile ke Indonesia, yang meliputi:

1.Sistem transaksi jasa pengiriman barang middle mile masih manual. Sebanyak 80 persen armada truk sebagai pengangkut dioperasikan oleh operator kecil yang masih menggunakan metode transaksi manual seperti persewaan konvensional.

Sistem sewa truk konvensional ini mengembalikan hampir 50 persen armada truk ke posisi semula (backhaul) tanpa muatan.

2. Waktu pengiriman yang tidak dapat diprediksi karena kurangnya sistem pelacakan GPS .

3. Perang melawan tarif sewa truk dan penetapan tarif sewa truk yang tidak baku dan transparan membuat ketidakpastian dalam proses pengiriman barang semakin besar.

4. Operator yang akan memasarkan produknya cenderung membangun sistem logistik sendiri sehingga layanan truk yang sudah tersedia di lapangan tidak diaktifkan.

Solusi Pengiriman Barang Middle Mile ke Indonesia
Untuk mengatasi tantangan tersebut, hal utama yang diperlukan adalah digitalisasi sistem angkutan barang middle mile.

Dengan sistem digital yang terintegrasi, pengiriman merchandise middle mile dapat dipantau secara real time, terjadwal untuk mengurangi potensi retur kosong, dengan tarif standar dan transparan.

Lalamove adalah layanan pengiriman yang menawarkan solusi pengisian first, middle, dan last mile melalui aplikasi dan situs web yang terintegrasi secara digital.

Lalamove menjadi jembatan komunikasi antara kurir dan pengirim, sehingga pengiriman barang middle mile harus lebih efektif dan efisien.

Operator tidak perlu membangun sistem logistik mereka sendiri sambil mengeluarkan biaya operasi dan pemeliharaan yang besar. Sementara operator dapat memaksimalkan penggunaan armada truk untuk mencapai keuntungan optimal bagi kedua belah pihak.

Saat ini, Lalamove memiliki 4 jenis armada untuk memenuhi kebutuhan pengiriman middle mile.
Ini termasuk gelang kaki kotak, bak truk, truk CDD, dan truk kotak CDD.

Wilayah pengiriman meliputi Bandung, Karawang, Cirebon, Gresik, Indramayu, Jakarta, Majalengka, Malang dan Surabaya. Manfaat menggunakan layanan pengiriman Lalamove .

Lalamove memiliki beberapa fitur penting yang tidak dimiliki oleh layanan sewa truk barang tradisional middle mile, antara lain:

#Transaksi dilakukan secara digital dan virtual melalui layar smartphone/laptop

#Tarif transparan termasuk biaya bahan bakar dan layanan mengemudi.

#Pelacakan pengiriman barang secara real-time.
#Penjadwalan pengiriman barang.

# Lalamove multistop yang memungkinkan kamu mengirim barang ke 19 tujuan dalam sekali pengiriman.***

Editor: Andik Arsawijaya

Terkini

Terpopuler